Indef : Berikut Penyebab Operator Belum Membangun Jaringan di Jalur MRT

Sholahuddin Al Ayyubi
Sabtu, 30 Maret 2019 | 08:56 WIB
Penumpang menaiki kereta MRT di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/3/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Penumpang menaiki kereta MRT di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/3/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Bagikan
Bisnis.com, JAKARTA--Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendesak PT MRT Indonesia dan PT Tower Bersama transparan membuka data biaya yang dibutuhkan operator telekomunikasi untuk membangun jaringan di sepanjang jalur MRT.
 
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menilai alasan sejumlah operator masih ada yang belum membangun jaringan di sepanjang jalur MRT yaitu karena biaya instalasi yang cukup tinggi. Padahal menurut Enny, banyak operator yang tertarik untuk membangun jaringan di jalur MRT dengan biaya komponen jaringan ditanggung renteng oleh para pemain operator telekomunikasi.
 
"Tujuannya adalah agar masyarakat mendapatkan kenyamanan dalam berkomunikasi dan tertarik untuk menggunakan layanan umum seperti MRT,” tuturnya dalam keterangan resminya, Sabtu (30/3).
 
Dia juga meyakini tidak sedikit operator yang mau membangun jaringan telekomunikasi di sepanjang jalur MRT dan mendukung layanan transportasi modern pemerintah tersebut. Selain itu, hadirnya jaringan telekomunikasi di jalur MRT juga dapat membuat masyarakat semakin nyaman memakai MRT.
 
"Pemerintah tentu membutuhkan kontribusi serta dukungan semua pihak termasuk perusahaan telekomunikasi. Seharusnya seluruh perusahaan telekomunikasi mau membangun jaringan telekomunikasi di MRT," katanya.
 
Enny juga memberikan contoh, beberapa tahun lalu ada operator yang tak mau membangun di daerah. Mereka tak mau membangun, lantaran daerah itu dinilai tidak menguntungkan. Artinya, operator hanya mengejar pembangunan di daerah yang menguntungkan saja, namun setelah daerah itu berkembang dan menguntungkan dari segi bisnis, operator yang tadinya engan untuk membangun justru kini mereka berlomba-lomba minta sharing. 
 
“Kelakuan ini sangat aneh. Mereka engan untuk sharing investasi ketika awal-awal pembangunan. Namun kini setelah daerah tersebut tumbuh mereka meminta sharing. Itu tidak adil,” ujarnya.
 
Enny mengakui tidak sedikit operator yang lebih mementingkan benefit dan cost, berbeda dengan operator telekomunikasi Telkom dan Telkomsel yang diminta hadir di setiap lokasi mewakili negara. Kedua operator tersebut harus terus berinvestasi meski dalam jangka pendek belum menguntungkan. Sedangkan operator lain hanya investasi di daerah yang menguntungkan saja.
 
“Perbedaan ini membuat Telkom dan Telkomsel tidak bisa melakukan perang tarif. Namun operator lain tidak demikian, dengan engannya mereka investasi di tempat yang tidak menguntungkan, opportunity operator lain untuk menggunakan tools perang tarif akan semakin besar. Dari pada mereka investasi, mending dipakai untuk akusisi pelanggan dengan perang tarif. Ini sangat tidak fair,” tutur Enny.
 
Dia menilai kompetisi itu bagus untuk industri, karena dapat menguntungkan konsumen dan mendorong efisiensi serta optimalisasi. Namun menurutnya, perang tarif yang saat ini terjadi di industri telekomunikasi nasional sudah terlalu kebablasan, karena menimbulkan ketidakadilan yang bisa menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat dan negara.
 
Lanjut Enny, saat ini kerugian tersebut sudah mulai terlihat yaitu tidak adanya pemerataan layanan telekomunikasi. Saat ini operator yang mampu dan mau investasi serta mendukung program pemerintah hanya BUMN telekomunikasi saja. 
 
“Perang tarif yang saat ini terjadi sudah menimbulkan kerugian sosial. Karena operator tak mampu mendukung program pemerintah dalam pemerataan layanan dan jaringan telekomunikasi. Bahkan operator tak mampu lagi mendukung secara optimal program strategis nasional seperti menyediakan layanan telekomunikasi di jalur MRT,” katanya.
 
Enny juga mendesak agar Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk segera ‘menjinakkan’ perang tarif di industri telekomunikasi. Sehingga operator telekomunkasi berkemampuan untuk mendukung program strategis nasional.
 
“Kita harus menjaga keseimbangan antara dunia usaha, masyarakat dan kepentingan nasional,” ujarnya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper