Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aceh Butuh Pelabuhan CPO dan Pabrik Pemurnian Sawit

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Aceh mendorong pengaktifan pelabuhan utama ekspor minyak sawit mentah (CPO) di Provinsi Aceh.
Ilustrasi sawit dibawa ke fasilitas pengolahan./JIBI
Ilustrasi sawit dibawa ke fasilitas pengolahan./JIBI

Bisnis.com, ACEH - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Aceh mendorong pengaktifan pelabuhan utama ekspor minyak sawit mentah (CPO) di Provinsi Aceh demi meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

Ketua GAPKI Aceh, Denny Ramadhan Nasution menyebut, perkembangan industri sawit di Aceh tidak secemerlang Sumut maupun provinsi lain meskipun Aceh merupakan lokasi penanaman sawit pertama di Indonesia pada tahun 1911 silam.

Begitupun dengan harga tandan buah segar (TBS) sawit di Aceh yang termasuk dalam kategori rendah. Hal ini, kata Denny, lantaran Aceh belum memiliki pelabuhan utama untuk mengangkut langsung CPO. Di samping itu, ketiadaan pabrik pengolah minyak sawit menjadi bahan jadi termasuk minyak goreng juga jadi penyebab produksi sawit Aceh harus dibawa dulu ke luar daerah. 

"Main port untuk ekspor CPO di Aceh belum ada. Sehingga selama ini produksi sawit Aceh dikirim melalui Belawan atau Dumai. Jadi biaya logistik kita pasti bertambah karena produk kita dikirim dulu ke Sumatera Utara," ujar Denny kepada Bisnis saat di temui di tengah kegiatan Andalas Forum ke-IV di Banda Aceh, Kamis (19/10/2023).

Denny mengatakan adanya biaya transportasi untuk pengiriman CPO ke Sumut dan Riau membuat harga beli tandan buah segar (TBS) dari petani tidak bisa tinggi. Saat ini, kata Denny, harga rata-rata TBS sawit di Aceh berkisar antara Rp2.100-Rp2.200 per kilogram. Ini cukup jauh berbeda dengan Sumut, Sumatra Barat, maupun Riau yang harga rata-rata TBS nya saat ini menyentuh level Rp2.400,- per kilogram.

Ketua GAPKI Aceh ini menilai pembangunan main port di Aceh sebagai hal yang mutlak diperlukan untuk menghidupkan industri sawit di Aceh. Pelabuhan yang ada saat ini, kata Denny, masih belum maksimal untuk melakukan pengiriman CPO.

Di sisi lain, katanya, secara geografis akan lebih dekat dari Aceh untuk ekspor CPO langsung ke India yang merupakan tujuan ekspor utama CPO dari Aceh sehingga lebih menghemat biaya. Data Badan Pusat Statistik mencatat, pada Juni 2023 ekspor dari Aceh paling besar adalah ke India dengan total US$38,96 juta dengan komoditas utama salah satunya adalah CPO. 

"Kenapa harga TBS petani di Pekanbaru bisa lebih tinggi dibanding di Aceh? Itu karena mereka punya pelabuhan atau main portnya sendiri. Kalau kita juga buka pelabuhan di sini, misal di KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Arun Lhokseumawe, kita bisa ekspor langsung CPO dari Aceh ke India dan itu bisa memangkas biaya transportasi yang tadinya dipakai untuk mengirim CPO ke Sumut atau Riau. Ini otomatis juga akan membuat harga TBS dari petani bisa lebih naik lagi," lanjut Denny.

Denny menyebut, GAPKI Aceh dan Pemerintah Provinsi Aceh beberapa waktu lalu telah melakukan pembahasan terkait rencana pembangunan pelabuhan khusus ekspor CPO tersebut. Ke depan Ia berharap, adanya pelabuhan utama ekspor CPO ditambah pabrik refinery nanti akan membuka peluang-peluang investasi hilirasi dari sawit Aceh. (K68)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Delfi Rismayeti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper