Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi Batu Bara Diyakini Pacu Pertumbuhan Ekonomi Sumsel

Hilirisasi batu bara lewat teknologi gasifikasi diyakini mampu mengungkit pertumbuhan ekonomi Sumatra Selatan yang selama ini mengandalkan sektor pertambangan emas hitam tersebut.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PALEMBANG – Hilirisasi batu bara lewat teknologi gasifikasi diyakini mampu mengungkit pertumbuhan ekonomi Sumatra Selatan yang selama ini mengandalkan sektor pertambangan emas hitam tersebut.

Diketahui, saat ini PT Bukit Asam (Persero) Tbk tengah menggarap proyek coal to DME (dimethyl ether) di Tanjung Enim, Sumatra Selatan (Sumsel). Pabrik gasifikasi batu bara tersebut nantinya bakal menghasilkan DME yang menjadi subtitusi atau pengganti LPG.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumsel Hari Widodo mengatakan ekonomi Sumsel rentan terpapar fluktuasi harga komoditas lantaran ekspornya masih berorientasi bahan mentah.

“Komoditas batu bara memberikan kontribusi ekspor Sumsel yang terus meningkat, kami catat share-nya sebesar 7,3% pada tahun 2012 dan naik hingga 20,3% pada tahun lalu,” katanya saat acara Diseminasi Laporan Perekonomian Sumsel secara virtual, Kamis (10/12/2020).

Hari menjelaskan untuk menghindari dampak volatilitas harga komoditas memang diperlukan pembangunan industri hilir. Produk dari hilirisasi itu nantinya bakal bernilai tambah dan lebih tahan dari fluktuasi yang biasanya terjadi pada bahan mentah.

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM RI, Sumsel memiliki sumber daya batu bara sebanyak 44 miliar ton dan cadangan sebanyak 9,4 miliar ton.

“Sebagai komoditas unggulan, peran batu bara dalam perekonomian Sumatera Selatan sangat besar,” katanya.

Dengan demikian, Hari mengemukakan, perlu langkah strategis untuk mengantisipasi penyerapan produksi batu bara melalui hilirisasi industri batu bara seperti pengolahan synthetic gas untuk kebutuhan DME.

Cecep Mochmamad Yasin, Kepala Sub Direktorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Minerba Kementerian ESDM RI, mengatakan pemerintah saat ini memprioritaskan produk hilirisasi batu bara berupa DME dan metanol.

“Bahkan proyek gasifikasi batu bara yang digarap PTBA ini sudah diajukan sebagai proyek strategis nasional (PSN) sebagai dukungan pemerintah untuk mengatasi tantangan yang dihadapi,” katanya.

Menurut dia, masih terkendala di investasi yang tergolong mahal, terutama dari sisi teknologi. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki research and development (R&D) untuk hilirisasi sehingga masih mengadposi teknologi dari luar negeri. 

Dari sisi keekonomiannya, kata dia, pemerintah pun perlu memberikan insentif kepada penggarap sampai investasi proyek impas (break event point/BEP). Insentif tersebut bisa berupa tax allowance hingga pengurangan tarif royalti batu bara.

Djoko Budi Santoso, Project Engineer Pengembangan Energi dan Hilirisasi PT Bukit Asam (Persero) Tbk, mengatakan pabrik DME ditargetkan beroperasi pada 2024. 

PTBA menggandeng Pertamina dan Air Products untuk menggarap proyek gasifikasi yang menelan investasi hingga Rp30 triliun tersebut. Nantinya pabrik di lahan seluas 164 hektare itu mampu menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun atau setara 1,06 juta ton LPG per tahun.

“Produksi itulah yang nantinya akan mengurangi ketergantungan terhadap impor energi di mana lebih dari 70% kebutuhan LPG masih impor,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dinda Wulandari
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper