Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Sulutgomalut Dorong Kredit Tumbuh 13%, Terutama KUR Sektor Pariwisata

Salah satu jenis pembiayaan yang akan didorong adalah kredit usaha rakyat (KUR), khususnya untuk sektor pariwisata. Selain itu, OJK mengharapkan berbagai program lain seperti pembiayaan ultramikro dapat tumbuh positif.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, MANADO—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara (Sulutgomalut) mendorong perbankan untuk memaksimalkan penyaluran berbagai produk pembiayaan untuk mengejar target pertumbuhan kredit nasional pada 2019.

Kepala OJK Sulutgomalut Slamet Wibowo menyatakan, regulator akan mendorong pertumbuhan kredit dapat di kawasan Sulawesi Utara (Sulut) dapat mencapai kisaran 13% pada tahun ini, atau sejalan dengan target perbankan nasional.

“Yang jelas kami harus mengejar target pertumbuhan kredit nasional yang sebesar 13%, dan termasuk juga mungkin mendorong program-program pembiayaan lainnya,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (5/3/2019).

Dia mengatakan, salah satu jenis pembiayaan yang akan didorong adalah kredit usaha rakyat (KUR), khususnya untuk sektor pariwisata. Selain itu, OJK mengharapkan berbagai program lain seperti pembiayaan ultramikro dapat tumbuh positif.

Menurutnya, potensi pertumbuhan kredit di Sulut masih cukup besar dengan potensi wisata yang dimiliki kawasan tersebut. Maraknya kunjungan wisatawan, diharapkan dapat memacu pertumbuhan pembiayaan, khususnya kepada para debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Pasarnya masih potensial, banyak objek wisata bagi orang datang ke sini, infrastruktur juga kan sedang terus dibangun. Nantinya kan UMKM-nya kan akan merasakan dampaknya, itu hal positif yang mungkin harus kita terus dorong,” jelasnya.

Meski demikian, pada tahun lalu pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di Sulut tercatat melambat dibandingkan sebelumnya. Pertumbuhan keduanya juga lebih rendah daripada pertumbuhan pada 2017.

Mengutip data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), per akhir Desember 2018 pertumbuhan kredit di Sulut mencapai 6,87% secara tahunan menjadi Rp36,88 miliar. Pertumbuhan itu lebih lambat dibandingkan realisasi pada 2017 sebesar 9,84%.

Di sisi lain, pertumbuhan DPK tercatat sejalan dengan pertumbuhan nasional yang lebih lambat daripada laju pertumbuhan kredit. Per akhir Desember 2018, pertumbuhan DPK Sulut mencapai 2,23% secara tahunan, menjadi Rp24,18 triliun.

Slamet menjaskan, pertumbuhan disebabkan oleh berbagai faktor makro yang turut memengaruhi pertumbuhan di daerah. Selain itu, menurutnya jumlah bank yang belum terlalu banyak membuat penetrasi sistem keuangan belum maksimal.

“Meskipun kalau dilihat dari kredit dan DPK dibandingkan dengan nasional memang kita lebih rendah. Karena jumlah bank umum juga kan tidak banyak di sini, tapi yang jelas ada pertumbuhan dulu, meskipun secara presentasi di bawah nasional,” jelasnya.

Dia juga menjelaskan, pertumbuhan DPK yang lambat disebabkan oleh lebih beragamnya sarana investasi masyarakat saat ini. Menurutnya, penghimpunan DPK di daerah juga turut bersaing dengan instrumen lain seperti reksadana, ataupun surat utang ritel dari pemerintah.

“Alternatif investasi masyarakat kan banyak sekarang, bisa beli SUN [Surat Utang Negara], reksadana, dan sebagianya. Kalau sekarang banyak pilihan investasi, itu bisa berdampak juga terhadap penghimpunan DPK. Faktor makro juga pasti berdampak juga,” jelasnya.

Namun demikian, meski pertumbuhan kredit dan DPK tidak terlalu tinggi, menurutnya perbankan berhasil mencatatkan pertumbuhan yang berkualitas. Hal itu tercermin dari rasio kredit bermasalah yang mencapai 2,95%, menurun dibandingkan 2017.

“Perbankan lebih berhati-hati, dan mereka juga lebih fokus, lebih intensif lebih selektif lagi untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah. Jadi mereka berhati-hati dan di sisi lain intens dalam penagihan supaya kualitas kredit lebih baik,” jelasnya.

Dia menambahkan, pertumbuhan kredit Sulut pada tahun ini diperkirakan bakal didominasi oleh kredit modal kerja dan kredit investasi. Adapun, kredit konsumsi diperkirakan akan stagnan pada tahun babi tanah ini.

“Paling besar [pertumbuhannya] memang investasi, nomor dua modal kerja. Kalau konsumsi sudah mentok pertumbuhannya, tidak hanya perbankan, di pembiayaan juga. Peluang paling besar di modal kerja, sehingga yang lain growth-nya agak tertekan,” jelasnya.

Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit di Sulut didominasi oleh jenis kredit konsumsi sebesar Rp22,06 triliun. Adapun, total kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing mencapai Rp5,09 triliun dan Rp9,72 triliun.

Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan nominalnya, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan paling tinggi, yakni sebesar 14,25% secara tahunan. Adapun, kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh 8,84% dan 4,48%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper