bisnis-logo

Company

Menjaga Momentum Ekspor di Tengah Ancaman Ketidakpastian Global

Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN menyiapkan strategi jitu untuk menjamin keberlangsungan ekspor di tengah tantangan ketidakpastian global.

08 Desember 2023

A+
A-

Indonesia berhasil mempertahankan surplus pada neraca perdagangan di tengah tantangan ketidakpastian global. Surplus neraca perdagangan Indonesia mencatatkan rekor selama 42 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia surplus US$3,48 miliar pada Oktober 2023. Surplus ditopang oleh ekspor yang tinggi yakni US$22,15 miliar, sedangkan impor US$18,67 miliar.

Adapun, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2023 mencapai US$214,41 miliar atau turun 12,15% dibandingkan periode yang sama pada 2022. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$201,25 atau turun 12,74%.

Meski mencatatkan rekor surplus selama 42 bulan berturut-turut, capaian tersebut tentunya tetap perlu disikapi dengan kewaspadaan dan inovasi dengan memperhatikan kondisi perekonomian global saat ini.

Berbagai kebijakan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang telah dirancang oleh Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) untuk menjaga keberlangsungan ekspor.

Salah satu kebijakan Ditjen PEN dalam menjaga kinerja ekspor ialah dengan memperluas mitra dagang ke pasar non-tradisional. Untuk mengetahui lebih detail terkait strategi pengembangan ekspor nasional, Bisnis berkesempatan berbincang dengan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi.

Pria yang lahir di Bogor, 28 Mei 1964 ini menjabat sebagai Dirjen PEN Kemendag sejak 3 Mei 2021. Sebelumnya, Didi Sumedi pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri pada 2020-2021 dan Kepala Perdagangan dan Perekonomian Indonesia (KDEI) di Taipei pada 2018-2020.

Berikut ini ulasan lengkap wawancara Bisnis dengan Dirjen PEN Kemendag, Didi Sumedi:

Sepanjang tahun ini, kinerja ekspor nonmigas Indonesia terus menurun dibandingkan tahun lalu. Bisakah Anda jelaskan seberap apa kondisi ekspor tahun ini?

Memang kalau kita lihat tren ekspor itu mulai ada gejala penurunan mulai dari triwulan III/2022. Hal ini linier dengan kondisi perdagangan dunia yang sedang terjadi pelambatan. Perdagangan itu hampir selalu linier dengan pertumbuhan ekonomi yang memang tahun ini diprediksi oleh International Monetary Fund (IMF) dan beberapa institusi bahwa ekonomi dunia akan melambat pada tahun ini menjadi 3% pertumbuhannya dibandingkan tahun lalu.

Pada 2024, juga diperkirakan masih terjadi moderasi lagi kalau tidak ada perbaikan dari berbagai hal, kemungkinan pertumbuhan ekonomi dunia akan menjadi 2,9%. Kalau pertumbuhan ekonomi melambat, maka akan berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan perdagangan.

Jadi memang banyak faktornya, mulai dari pascacovid-19, perang dagang Amerika dan China, masalah konflik Rusia dan Ukraina, perubahan iklim dan beberapa hal lainnya, termasuk misalnya inflasi itu terjadi di mana-mana. Kondisi-kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap perdagangan dunia yang dampaknya demand dunia akan menurun terhadap impor.

Pelemahan ekonomi global dan kondisi geopolitik dunia saat ini menjadi tantangan yang tidak ringan. Pada periode Januari-September 2023, nilai ekspor Indonesia sebesar US$192,27 miliar, turun sebesar 12,34 persen dibandingkan periode Januari-September 2022 (YoY). Nilai ekspor tersebut terdiri dari nonmigas dan migas masing-masing sebesar US$180,48 miliar (turun 12,89 persen YoY) dan US$11,79 miliar (turun 2,98 persen YoY).

Ekspor nonmigas didominasi oleh bahan bakar mineral (batu bara) (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (CPO dan turunannya) (HS 15), dan besi dan baja (HS 72) Ketiga produk tersebut memberikan kontribusi sebesar 40,94 persen dari total ekspor nonmigas periode Januari-September 2023.

Penurunan ekspor Indonesia di antaranya dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas internasional. Harga komoditas non energi dunia mencapai angka tertinggi pada April 2022 dan terus mengalami penurunan hingga bulan Agustus 2023 dengan tren penurunan rata-rata 1,13% per bulan.Beberapa komoditas yang mengalami tren penurunan harga antara lain batubara (-7,04%), minyak sawit (-3,39%), karet (-1,38%), aluminium (-1,54%), bijih besi (-0,62%), dan nikel (-1,19%).

Penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh turunnya permintaan dari negara mitra dagang utama. Salah satu faktor penyebab turunnya nilai ekspor pada periode Januari-Agustus 2023 adalah penurunan permintaan dari negara utama tujuan ekspor seperti RRT, Jepang, India, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan.

Lantas, bagaimana strategi untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut?

Jadi memang tantangannya lumayan berat, tapi harus bisa mensiasatinya. Ini terbukti, ekonomi RI dibandingkan rata-rata negara lain di dunia masih di atas pertumbuhannya. Ekonomi Indonesia pada tahun ini diproyeksi bisa tumbuh 5% dan pada tahun depan juga diperkirakan masih sekitar 5%. Artinya, masih di atas ekonomi dunia dan akan berpengaruh pada kekuatan daya saing kita dalam ekspor.

Beberapa langkah strategis yang dapat diambil untuk menjaga ekspor di tengah situasi global yang sulit saat ini yang dilakukan pemerintah antara lain diversifikasi pasar ekspor. Kami terus berupaya untuk mendorong semakin beragamnya pasar tujuan ekspor Indonesia, termasuk melalui kegiatan promosi dan inisiasi berbagai kerja sama, baik dalam skala bilateral maupun regional. Selain itu, Pemerintah juga akan terus berupaya untuk menjaga kinerja ekspor di pasar-pasar tradisional seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.

Langkah yang kedua adalah peningkatan daya saing produk. Kemendag akan terus meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk ekspor melalui berbagai program di antaranya dengan meningkatkan keberterimaan produk melalui pemenuhan standar negara tujuan ekspor, menggandeng dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk semakin menguatkan sinergi guna meningkatkan akses ke pasar ekspor dan menginisiasi berbagai kesepakatan perdagangan.

Ketiga, peningkatan daya saing sumber daya manusia di bidang ekspor dan yang keempat adalah pemanfaatan teknologi.

Bagaimana dengan permintaan dari negara mitra dagang utama Indonesia? Apakah terjadi penurunan signifikan?

Kontributor ekspor kami memang tujuannya masih Korea Selatan, Amerika, Jepang, China dan India. Namun, di negara-negara tersebut mengalami penurunan demand terhadap impor Indonesia bahkan impor dunia mereka menurun. Jadi tentunya, akan berdampak pada kinerja ekspor RI.

Namun, kami terus berupaya mengembangkan perdagangan dengan berbagai negara tujuan ekspor nontradisional dalam beberapa tahun terakhir untuk diversifikasi pasar ekspor.

Hal-hal yang akan dilakukan untuk mendorong ekspor ke negara nontradisional antara lain melalui berbagai penjajakan dengan negara mitra untuk meningkatkan jumlah perjanjian dagang, mengatasi berbagai hambatan ekspor di negara mitra dagang di berbagai forum, mengintensifkan misi dagang dan promosi ekspor, meningkatkan kerja sama pengembangan ekspor dengan instansi terkait di negara mitra, serta mendorong pemanfaatan platform digital untuk memperluas akses pasar ekspor khususnya bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

Negara mana yang berpotensi menjadi prioritas pengembangan ekspor?

Saat ini Kemendag bersama kementerian dan lembaga terkait sedang merumuskan kembali negara-negara yang menjadi prioritas pengembangan ekspor nasional di tengah dinamika ekonomi dan geopolitik saat ini.

Selain mempertahankan kinerja ekspor di negara-negara mitra utama seperti Tiongkok dan India, arah prioritas ekspor juga akan didorong untuk mengisi untapped potentials di negara-negara mitra seperti Arab Saudi dan Persatuan Emirat Arab di kawasan Timur Tengah, serta Brasil, Meksiko, dan Chili di kawasan Amerika Selatan.

Saat ini, Kementerian Perdagangan ada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya yang tergabung dalam Satuan Tugas Peningkatan Ekspor Nasional. Satgas ini selanjutnya akan bekerja bersama untuk merumuskan strategi sekaligus mengimplementasikan strategi tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekspor nasional.

Bagaimana strategi Ditjen PEN untuk menjaga keberlangsungan ekspor Indonesia?

Kami tetap menjalankan amanah untuk membuka seluas-luasnya pasar ekspor kita agar tidak  hanya tergantung pada pasar ekspor tradisional seperti Jepang, China, Amerika, Korea dan India. Kami selalu membuka luas pasar ke negara-negara yang disebut negara-negara non-tradisional.

Selain itu, Kemendag juga ingin mengoptimalkan perwakilan perdagangan sebagai front liner yaitu atase, Indonesia Trade Promotion Center (ITPC). Saat ini, kami sudah memiliki 46 titik di 33 negara. Dengan perkembangan perdagangan dunia, kami ingin mengembangkan tujuan ekspor Indonesia seluas-luasnya.

Beberapa negara yang disasar misalnya negara-negara di wilayah Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, Amerika Selatan dan beberapa wilayah lainnya. Pada Agustus 2023, kami sudah melakukan solo exhibition di Mexico. Langkah ini merupakah salah satu strategi untuk memperluas pangsa pasar.

Kemendag juga melakukan perluasan perjanjian dagang, misalnya dengan Kanada. Menurut kami, Kanada perlu digarap karena menjadi mitra potensial untuk dikembangkan pasar ekspornya. Selain itu, peluang di Asean juga  ingin kita optimalkan karena dekat, sehingga logistiknya lebih mudah. Kami ingin intensifkan kerja sama dagang dengan Asean, Asia Selatan, Pakistan, Bangladesh dan negara lainnya.

Untuk negara-negara di Timur Tengah dan Afrika, kami sudah berhasil membuka perjanjian dagang dengan Uni Emirat Arab (UEA). Langkah ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk mengejar peluang pasar tidak hanya di  Kawasan Negara Teluk, tapi juga ke negara Afrika lainnya karena bisa menjadi Hub.

Kalau langsung ke Afrika memang dari sisi logistik cukup berat karena jauh dan belum ada direct call. Oleh karena itu, kami menggarap pasar di Afrika melalui Hub-Hub, salah satunya melalui Maroko. Kalau mengandalkan pasar Maroko dan di Mesir itu memang masih cenderung kecil, tapi bisa dijadikan Hub untuk masuk ke pasar Afrika. Kami targetnya juga ingin meningkatkan ekspor ke Nigeria dan Kenya untuk pasar di Kawasan Afrika.

Bagaimana dengan pemanfaatan teknologi untuk mendukung upaya peningkatan ekspor?

Teknologi merupakah salah satu unsur yang menjadi kebutuhan kita dan kami tentunya tidak ingin ketinggalan. Kemendag sudah mengembangkan Inaexport yang merupakan sebuah platform yang menampilkan produk-produk serta perusahaan yang dapat dihubungi. Kami sudah sebar platform itu ke 46 titik di negara-negara lain melalui perwakilan perdagangan.

Perwakilan dagang Kemendag sudah connect dengan Inaexport, mereka akan menginformasikan kepada para buyer di 33 negara untuk bisa melihat produk-produk unggulan RI melalui platform tersebut. Selain itu, kami juga menggunakan media-media mainstream seperti zoom untuk melaksanakan business matching yang memfasilitasi komunikasi dagang antara eksportir dengan buyer.

Apa saja dukungan Ditjen PEN untuk UMKM agar dapat menembus pasar ekspor?

Pertama, yang kami lakukan adalah literasi ekspor supaya UMKM melek ekspor. Ada sebagian UMKM yang ingin ekspor, tapi tidak tahu caranya. Jadi, literasi ini memang sangat penting. Dalam hal literasi kami tidak hanya melakukannya sendiri, tapi juga kerja sama dengan pihak-pihak lain termasuk dengan swasta.

Kedua, mendorong perbaikan produk UMKM, baik dari sisi substansi atau konten maupun packaging. Kami punya program misalnya, export coaching program yang kami kawal mulai dari pengenalan literasi ekspor sampai dengan menemukan partner bisnis. Hal ini tentu membutuhkan proses yang tidak singkat, perlu benar-benar dikawal. Dalam 1 tahun, sudah banyak yang berhasil memiliki kontrak dagang.

Menurut kami perbaikan packaging juga penting, terutama untuk UMKM yang ingin menembus pasar ekspor. Packaging sangat penting, karena dalam ilmu marketing pun sangat diperlukan untuk memberikan insentif atau dorongan untuk calon buyer bisa tertarik membeli. Kami masih berjuang untuk terus mendorong UMKM memperbaiki packaging, menjaga kualitas produk dan meningkatkan daya saing produk.

Bagaimana daya saing produk UMKM Indonesia?   

Kalau di pasar domestik mungkin produknya sudah oke, tapi saat diangkat ke pasar global itu perlu ada peningkatan level kualitas produk tidak hanya packaging, tapi juga harus memenuhi berbagai persyaratan dari negara tujuan ekspor.

Saya yakin dalam beberapa tahun ke depan kontribusi UMKM akan lebih meningkat seiring dengan keinginan mereka menembus pasar ekspor dan adanya dukungan dari pemerintah. Kami juga mendorong melalui fasilitasi beberapa sertifikasi untuk meningkatkan keberterimaan produk UKM di mancanegara. Untuk produk halal juga, produk-produk Indonesia cukup diminati di pasar global. Adanya sertifikasi halal menjadi nilai plus bagi produk Indonesia.

Apa saja rencana dan target yang disiapkan Kemendag dalam mendukung ekspor produk olahan sesuai program hilirisasi yang tengah digalakkan pemerintah?

Secara substansi hilirisasi ada di kementerian sektor seperti Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian. Namun, kami di Kementerian Perdagangan terus mendorong pentingnya nilai tambah produk. Kemendag memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada dunia usaha agar mau mengolah lebih hilir lagi.

Kemendag juga memberikan informasi mengenai persyaratan sebuah produk di negara tujuan ekspor melalui platform kami Inatrims. Platform tersebut memberikan informasi yang dibutuhkan dunia usaha terkait persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk dipenuhi di negara tujuan ekspor.

Dalam mendukung ekspor produk-produk olahan, ada beberapa hal yang kami lakukan seperti menyiapkan fasilitasi sertifikasi seperti sertifikasi keamanan produk dan halal. Selain itu, kami juga menyiapkan fasilitas pengembangan produk dan desain untuk membantu para pelaku usaha mempenetrasi pasar ekspor sesuai tren dan selera pasar tujuan ekspor. Kami juga berpartisipasi pada pameran dagang baik di dalam maupun di luar negeri untuk mendukung promosi produk ekspor Indonesia.

Seberapa besar dampak dari keikusertaan pameran dagang dalam mendorong ekspor?

Dampak jangka pendek saat pameran pasti ada yaitu langsung transaksi. Namun, untuk dampak jangka menengah dan jangka panjang ialah untuk mempromosikan produk-produk Indonesia.

Setelah pameran kan kami monitor, ternyata ada peningkatan penjualan produknya. Kemarin juga contohnya kami mengadakan Indonesia dan Mexico Expo, pada saat di situ memang mungkin tidak terlalu besar transaksinya, tapi nanti setelah 2-3 tahun semacam bola salju karena akan terjadi repeat order yang terus menerus dan terjadi perluasan informasi produk Indonesia. Pameran menjadi langkah untuk penguatan pengenalan produk-produk Indonesia. Memang dampaknya tidak instan, tapi dampak jangka menengah dan jangka panjang sangat signifikan.

Bagaimana proyeksi kinerja ekspor 2024 di tengah tantangan kondisi geopolitik?

Persaingan dagang Amerika-China meski masih terjadi, tapi sudah menuju bentuk-bentuk solusi, baik dari sisi kerja sama ekonomi, perdagangan dan lain-lain. Kita tidak harus paranoid atau pemisitis dengan proyeksi IMF dan World Bank terkait ekonomi dunia di 2024.

Kalau competitiveness semakin kuat, maka pasar kita tidak akan direbut oleh pesaing lain. Kita bisa lihat juga volume ekspor meningkat. Artinya, competitiveness produk Indonesia  terbukti masih diakui dunia. Kita tidak perlu pesimistis dengan proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi di 2024. Kunci utamanya adalah kita harus meningkatkan competitiveness dan menangkap peluang yang ada.

Bisakah Anda jelaskan lebih detail mengenai program prioritas Ditjen PEN untuk jangka menengah dan jangka panjang?

Yang paling utama adalah memperluas akses pasar kita, pimpinan berulang-ulang menekankan untuk tidak hanya terkonsentrasi di pasar tradisional, tapi juga di pasar non-tradisional. Kebijakan-kebijakannya kita akan memberikan porsi yang besar juga ke wilayah-wilayah pasar non-tradisional. Contoh yang menjadi turunan kebijakan itu adalah, kami akan mengoptimalkan perwakilan dagang yang ada di wilayah non-tradisional melalui atase dan ITPC.

Selain itu, kami akan memberikan peluang untuk bisa memberikan pameran-pameran dagang yang lebih besar ke negara-negara non-tradisional. Jadi bukan sekadar menargetkan masuk pasar non-tradisional, tapi bagaimana actionnya untuk bisa menembus pasar tersebut.

Kami di Kementerian Perdagangan juga terus menjajaki kerja sama dagang apakah itu PTA, FTA, atau CEPA ke negara-negara mitra non-tradisional. Saat ini Indonesia sudah memiliki sekitar 30 perjanjian dagang baik regional maupun bilateral. Nah, perjanjian dagang akan terus diperluas, karena manfaatnya besar. Hal tersebut bisa mendorong peningkatan competitiveness Indonesia.

Penulis : Fitri Sartina Dewi
Editor : Fitri Sartina Dewi
Previous

360 Derajat Jokowi dengan Bansos, Dari 'Alergi' jadi Menikmati

back-to-top
To top