Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Hari Ini (9/5): Batu Bara Redup, Minyak Mentah Memanas

Harga batu bara ditutup melemah pada perdagangan Rabu (8/5/2024), sedangkan minyak mentah menguat pada awal perdagangan hari ini.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). JIBI/Bisnis/Abdurachman DORONG HILIRISASI BATU BARA
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). JIBI/Bisnis/Abdurachman DORONG HILIRISASI BATU BARA

Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara melemah nyaris 1% pada perdagangan Rabu (8/5/2024) meskipun harga diproyeksi masih dalam tren penguatan.

Harga batu bara kontrak Juni 2024 di ICE Newcastle ditutup melemah 0,82% atau 1,2 poin ke level US$145,4 per metrik ton pada perdagangan Rabu.

Sementara itu, harga batu bara kontrak Juli 2024 juga ditutup melemah 0,34% atau 0,5 poin ke level US$146,1 per metrik ton.

Meskipun melemah, harga batu bara diperkirakan masih dalam tren penguatan karena meningkatnya permintaan di India dan China, dua pasar batu bara terbesar di dunia.

Dalam risetnya, S&P Global mengatakan permintaan di China permintaan dari pembangkit listrik di pesisir diperkirakan akan meningkat karena naiknya permintaan energi setelah libur panjang berakhir.

”Di India, pembangkit listrik diperkirakan akan melanjutkan pembelian batu bara dari luar negeri karena temperatur yang tinggi di negara tersebut,” tulis S&P Global dalam risetnya, dikutip Kamis (9/5/2024).

Sementara itu, S&P Global memperkirakan impor batu bara kokas India juga meningkat menjadi 83,9 juta ton pada 2025 dari 73,8 juta ton pada 2023.

Kepala riset angkutan komoditas S&P Global Commodity Insights Pranay Shukla mengatakan permintaan batu bara kokas akan kuat di tahun-tahun mendatang karena dekarbonisasi dunia akan membutuhkan batu bara kokas bermutu tinggi.

"Di China, 85% produksi bajanya masih menggunakan tanur sembur, yang menggunakan batu bara kokas, dan China tidak bisa begitu saja beralih ke tanur busur listrik dalam waktu beberapa tahun. Ini akan memakan waktu yang lama," kata Shukla.

Ekspor AS Meningkat

Sementara itu Badan Informasi Energi AS (EIA) merevisi perkiraan ekspor batu bara, didorong oleh data Februari yang lebih kuat dari perkiraan dan kemajuan pemulihan akses ke Pelabuhan Baltimore sementara produksi batu bara menurun pada bulan April.

EIA memperkirakan ekspor batu bara metalurgi, terutama yang diproduksi di Appalachia, diperkirakan akan mencapai 8 juta ton pada April dan Mei meskipun ada kekhawatiran tentang Pelabuhan Baltimore, pusat ekspor utama, yang bertanggung jawab atas "sekitar 20% aliran ekspor batubara metalurgi."

EIA juga meningkatkan proyeksi ekspor batu bara secara keseluruhan untuk April dan Mei sebesar 9% menjadi 13 juta ton (MMst), yang berkontribusi terhadap kenaikan 4% dalam perkiraan ekspor batu bara tahunan EIA untuk tahun 2024, yaitu sebesar 99 MMst.

Namun, produksi batu bara domestik mengalami penurunan sebesar 19% dari Maret hingga April karena para penambang memasuki musim panen dengan persediaan yang tinggi.

EIA memperkirakan produksi akan pulih dalam beberapa bulan mendatang, mencapai puncaknya pada 49 MMst di bulan Agustus sebelum menurun hingga akhir tahun.

Secara keseluruhan, produksi batu bara AS diperkirakan akan mencapai 500 MMst pada tahun 2024 dan sedikit menurun menjadi sekitar 490 MMst pada tahun 2025.

Minyak Mentah Menguat

Sementara itu, harga minyak mentah menguat pada awal perdagangan Kamis (9/5/2024) karena menyusutnya persediaan minyak mentah AS di tengah meningkatnya harapan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada akhir tahun.

Melansir Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent kontrak Juli 2024 mengaut 0,23 poin ke level US$83,81 per barel pada pukul 7.33 WIB. Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS kontrak Juli menguatg 0,29 poin ke US$79,28 per barel.

EIA mencatat persediaan minyak mentah AS turun 1,4 juta barel menjadi 459,5 juta barel pekan lalu.  Penurunan ini melampaui ekspektasi analis dalam sebuah jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan 1,1 juta barel karena aktivitas kilang yang meningkat.

Meningkatnya stok bensin, yang membengkak secara tak terduga lebih dari 900.000 barel pada minggu ini menjadi 228 juta barel membuat harga tidak bergerak lebih tinggi.

Meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada akhir tahun ini setelah data tenaga kerja AS yang lebih lemah dari perkiraan juga mendorong harga minyak. Hal ini karena suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan pengeluaran untuk minyak mentah.

Namun, harapan gencatan senjata di Timur Tengah, dengan AS mengatakan pada awal minggu ini bahwa negosiasi gencatan senjata Gaza seharusnya dapat menutup kesenjangan antara negosiasi Israel dan Hamas, menahan penguatan harga minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper