Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Nilai Tukar Rupiah Pekan Depan, Waswas Keputusan The Fed

Nilai tukar rupiah pekan depan akan dibayangi keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed.
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah pekan depan akan dibayangi keputusan hasil pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Open Market Committee (FOMC) yang dijadwalkan pada 19-20 Maret 2024.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (15/3/2024), rupiah ditutup melemah 0,12% atau 19 poin ke level Rp15.599 per dolar AS, setelah ditutup lesu pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau menguat 0,09% di posisi 103,45.

Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra mengatakan, pada akhir pekan ini, dolar AS terlihat bergerak menguat terhadap rupiah. Penyebabnya, selain karena data inflasi AS yang masih tinggi, juga karena tensi konflik Israel meningkat seiring kabar bahwa PM Israel Netanyahu menyetujui serangan ke daerah Rafah pada akhir pekan.

Terkait data inflasi AS, Indeks Harga Konsumen (CPI) AS Februari 2024 yang rilis pada 12 Maret 2024 sebesar 3,2% year-on-year (yoy). Sementara itu, data Indeks Harga Produsen (PPI) AS yang rilis pada 14 Maret 2024 sebesar 1,6% yoy.

Menurutnya, dengan kondisi data inflasi AS yang masih tinggi, pelaku pasar mungkin berekspektasi bahwa Bank Sentral AS tidak akan terburu-buru untuk memangkas suku bunga acuannya. Saat ini suku bunga The Fed masih ditahan di kisaran 5,25%-5,5%.

"Sehingga dolar AS kemungkinan masih bisa menguat menjelang rapat evaluasi tersebut," ujar Ariston kepada Bisnis, pada Sabtu (16/3/2024).

Sementara itu, dari dalam negeri, pekan depan belum ada data baru, tetapi sebelumnya rilis neraca perdagangan Indonesia menunjukkan surplus yang semakin menurun ini bisa menjadi kekhawatiran pasar ke depan. 

"Indonesia sudah mencatatkan defisit transaksi berjalan yang artinya kebutuhan dolar akan tinggi yang bisa memicu penguatan dolar AS terhadap rupiah," jelasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mengalami surplus US$0,87 miliar, sedangkan secara kumulatif neraca perdagangan mencapai US$2,87 miliar.

Walaupun terjadi surplus, neraca perdagangan Indonesia mengalami penurunan US$6,42 miliar dibandingkan periode yang sama Januari-Februari 2023. Sementara itu, surplus neraca perdagangan Indonesia Februari 2024 terutama berasal dari sektor non-migas US$2,63 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,76 miliar. 

Ariston mengatakan, terkait kemungkinan hasil FOMC The Fed pekan depan, bila bank sentral AS berhasil meyakinkan pasar bahwa tahun ini pasti ada pemangkasan suku bunga, maka dolar Amerika mungkin bisa bergerak melemah pasca-rapat tersebut. 

"Sebaliknya, bila ada penekanan bahwa pemangkasan belum akan terjadi dalam waktu dekat, dolar AS bisa menguat lagi. Potensi pelemahan rupiah ke arah Rp15.700-Rp15.750, sedangkan potensi penguatan ke arah Rp15.500," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper