Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Hari Ini (6/3): Batu Bara dan CPO Kompak Menguat

Harga batu bara dan CPO pada Selasa (5/3) terpantau ditutup menguat.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara menghijau di tengah peningkatan produksi perusahaan tambang milik negara India yang menguat. Harga crude palm oil (CPO) juga menguat dengan mencatatkan harga penutupan di level tertinggi dalam lima minggu. 

Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Rabu (6/3), harga batu bara berjangka kontrak April 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Selasa (5/3) menguat 0,89% atau 1,25 poin ke level 141,35 per metrik ton. 

Kemudian, kontrak pengiriman untuk Mei 2024 menguat 1,08% atau 1,50 poin ke level 140,70 per metrik ton.

Mengutip CoalMint, perusahaan tambang milik negara yakni Coal India (CIL) mencatatkan kinerja yang kuat dalam produksi pada Februari 2024. Produksi perusahaan naik 9% secara tahunan menjadi 74,8 juta metrik ton, dari tahun sebelumnya sebesar 68,8 juta metrik ton. 

Selama Februari 2024, pengiriman batu bara membukukan kenaikan sebesar 12% secara tahunan menjadi 65,3 metrik ton dibandingkan 58,3 metrik ton pada Februari tahun lalu. Pasokan dalam negeri yang melonjak membantu menstabilkan volume impor. 

Kemudian, impor batu bara termal India dari Indonesia mencapai 9,40 metrik ton pada Februari 2024, dibandingkan 8,45 metrik ton pada Januari 2024, mencatatkan kenaikan sebesar 11%. 

Impor dari Indonesia meningkat lantaran adanya libur tahun baru imlek di China. Gangguan pembelian di China juga mengubah pola perdagangan sehingga menguntungkan pasar India. Peningkatan impor juga terbantu dari para penambang yang mendapatkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sehingga memperkuat pasokan. 

Harga CPO  

Berikutnya, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada April 2024 menguat 13 poin menjadi 4.044 ringgit per metrik ton. Kemudian untuk kontrak acuan Mei 2024 juga menguat 13 poin menjadi 3.999 ringgit per metrik ton.

Mengutip Reuters, minyak sawit berjangka Malaysia ditutup pada level tertinggi pada Selasa (5/3) rebound dengan penurunan dua hari di tengah kekhawatiran pasokan dan cuaca buruk India, yang mendorong impor minyak nabati yang lebih tinggi. 

Menurut survei, stok minyak sawit Malaysia diperkirakan menurun dibawah 2 juta ton untuk pertama kalinya selama enam bulan pada akhir Februari 2024. Produksi kemungkinan akan menurun selama empat bulan berturut-turut. 

Kemudian, Operator bursa global CME Group menyatakan bahwa mandat biodiesel domestik dari Indonesia dapat mempengaruhi pasokan global dan mendukung harga pada 2024.

Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia mengungkapkan harapan akan permintaan kuat untuk minyak kelapa sawit dari pasar-pasar utama seperti India dan Cina tahun ini.

Adapun, China  berencana untuk menginvestasikan 140,63 miliar yuan atau sekitar Rp307 triliun untuk menimbun biji-bijian, minyak nabati, dan bahan-bahan lainnya tahun ini, meningkat 8,1% dari tahun sebelumnya, serta memperluas produksi tanaman biji minyak untuk meningkatkan ketahanan pangan.

Curah hujan dan badai hujan es yang tidak sesuai jadwal telah merusak tanaman yang ditanam pada musim dingin. Hal ini termasuk rapa di India.

Kontrak minyak kedelai teraktif Dalian, DBYcv1, menguat 0,24%. Kontrak minyak sawit, DCPcv1, juga menguat 0,21%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOcv1, melemah 0,42%.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup melemah 0,11% terhadap dolar AS pada Selasa (5/3). Ringgit yang melemah membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper