Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Rp15.730 Tertekan Data Ekonomi AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah ke level Rp15.730 pada perdagangan Selasa, (6/2/2024), tertekan oleh rilis data ekonomi AS.
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah ke level Rp15.730 per dolar AS pada perdagangan Selasa, (6/2/2024), tertekan oleh rilis data ekonomi. Di lain sisi, sederet mata uang Asia justru terpantau menguat. 

Berdasarkan data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,14% atau 22 poin ke level Rp15.730 per dolar AS. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,12% ke posisi 104,33 pada sore ini.  

Mayoritas mata uang kawasan Asia terpantau menguat terhadap dolar AS, misalnya, yen Jepang naik 0,09%, dolar Singapura menguat 0,14%, dolar Taiwan menguat 0,12%, won Korea naik 0,26%, dan peso Filipina naik 0,15%.

Selanjutnya, yuan China naik 0,09%, baht Thailand naik 0,37%, dan rupee India naik 0,03%. Sedangkan mata uang yang melemah yaitu ringgit Malaysia turun 0,26%, dan dolar Hongkong turun tipis 0,01%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan Institute for Supply Management (ISM) mencatat pertumbuhan sektor jasa AS meningkat pada Januari 2024 karena peningkatan pesanan baru dan pemulihan lapangan kerja. Hal ini menunjukkan momentum pertumbuhan ekonomi dari kuartal IV/2023 meluas ke tahun 2024. 

PMI non-manufaktur ISM AS meningkat menjadi 53,4 dari 50,5 pada Desember 2023, lebih tinggi dari perkiraan ekonom yang disurvei oleh Reuters sebesar 52,0. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan di industri jasa, yang menggerakkan lebih dari dua pertiga perekonomian. 

"Data tersebut menambah laporan ketenagakerjaan AS yang dirilis pada hari Jumat yang jauh melebihi ekspektasi dan memaksa pasar untuk menyesuaikan kembali prospek penurunan suku bunga, kekuatan dolar, dan seberapa tinggi imbal hasil treasury meningkatkan mata uang AS," ujar Ibrahim dalam riset Selasa, (6/2/2024).

Sebelumnya, pada Jumat lalu, data non-farm payrolls (NFP) menunjukkan, pengusaha di AS menambahkan 353.000 pekerjaan pada bulan Januari 2024, mengalahkan perkiraan ekonom sebanyak 180.000 pekerjaan. 

Menurutnya, pasar mulai memperhitungkan kemungkinan penurunan suku bunga lebih awal oleh The Fed. Suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama mengurangi daya tarik aset-aset yang berorientasi pada risiko dan memberikan imbal hasil tinggi, dan juga membatasi aliran modal asing ke pasar regional. 

Alat CME Fedwatch menunjukkan 83% peluang The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil pada Maret 2024, dan 35% kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil di bulan Mei, naik secara substansial dari peluang 9,9% yang terlihat pada minggu lalu.

Dari sentimen dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2023 sebesar 5,05% year-on-year (yoy) pada Senin, (5/2/2024). Namun, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 ini melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 di angka 5,31%.

"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang  Rp15.710-Rp15.770," pungkas Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper