Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Rupiah 2024, Potensi Naik ke Rp14.921 per Dolar AS

Mandiri Sekuritas memproyeksikan mata uang rupiah akan berada di kisaran Rp14.921 per dolar AS hingga akhir 2024.
Karyawati menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas memproyeksikan mata uang rupiah akan berada di kisaran Rp14.921 per dolar AS hingga akhir 2024. Penguatan rupiah dipengaruhi oleh The Fed maupun Bank Indonesia yang akan mulai memangkas suku bunga di tahun ini. 
Chief Economist Mandiri Sekuritas Rangga Cipta mengatakan rupiah dapat menguat ke level Rp14.921 per dolar AS dibandingkan dengan tahun lalu di level Rp15.200 pada tahun lalu. 
“Kita melihat rupiah bisa menguat dibandingkan dengan tahun lalu, meski tidak terlalu signifikan,” kata Rangga dalam Ekonomi dan Market Outlook 2024, Senin (29/1/2024). 
Rangga memproyeksikan The Fed akan mulai memotong suku bunga hingga 125 basis poin yang dimulai pada Mei mendatang. Keputusan The Fed tersebut akan diikuti oleh Bank Indonesia yang diproyeksikan memangkas suku bunga hingga 75 bps dengan first cut rate pada Juni 2024. 
Sentimen yang mempengaruhi keputusan The Fed salah satunya adalah faktor geopolitik dan politik global terutama pemilu beberapa negara. Rangga mengatakan hampir 62 negara akan melakukan Pemilu terutama negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia seperti Amerika Serikat, India dan beberapa negara Eropa. 
“Konsekuensinya adalah terhadap ketidakpastian global, harga minyak dan nilai tukar rupiah,” jelas Rangga. 
Utamanya adalah pemilihan pemerintah di AS karena terkait dengan rencana belanja fiskal dan bagaimana arah kebijakan suku bunga The Fed. 
Menurut Rangga, Amerika sendiri memiliki kepentingan kawasan serta hubungan kurang baik dengan China. Dua kondisi ini akan mempengaruhi ekspektasi perdagangan di kawasan dan terkait dengan ekspor dan impor. 
Di luar faktor politik, setidaknya terdapat dua perang yang saat ini terjadi, Rusia-Ukraina serta Hamas-Israel. Perang Timur Tengah dianggap lebih memiliki resiko tinggi terutama terkait dengan harga minyak yang naik di tengah harga komoditas lain yang turun. 
Selain itu, ongkos angkutan akan juga naik dan pada akhirnya akan mempengaruhi ekspektasi dari inflasi dan kebijakan suku bunga global. 
Kemudian, kondisi global tersebut akan membuat perlambatan ekonomi global dan harga komoditas turun. Indonesia yang mayoritas mengekspor komoditas akan sulit menghindar dari dampak neraca dagang yang lebih rendah di 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper