Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Asing Rp158,2 Triliun Berpotensi Masuk Pasar Indonesia pada 2024

Mandiri Sekuritas memproyeksikan dana asing yang masuk ke Indonesia dapat mencapai US$10 miliar atau sekitar Rp158,25 triliun pada 2024.
Karyawati beraktivitas di dekat layar pergerakan saham pada salah satu perusahaan sekuritas di Jakarta, Senin (16/10/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat layar pergerakan saham pada salah satu perusahaan sekuritas di Jakarta, Senin (16/10/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas memproyeksikan dana asing yang masuk ke Indonesia dapat mencapai US$10 miliar atau sekitar Rp158,25 triliun (kurs jisdor Rp15.825) sepanjang 2024. 

Chief Economist Mandiri Sekuritas Rangga Cipta mengatakan capital inflow bisa mencapai US$10 miliar jika The Fed memangkas suku bunga. Selain itu, pertumbuhan ekonomi global yang melambat akan mendorong asing masuk ke pasar Indonesia. 

“Kira-kira bisa sampai US$10 miliar kalau Fed jadi cut rate,” kata Rangga, Senin (29/1/2024). 

Rangga menjelaskan jika kebijakan The Fed menurunkan suku bunga merupakan katalis yang paling ditunggu oleh investor. Selain itu, nilai tukar saat ini dipandang lebih baik dan akan menjadi momentum masuknya asing. 

Rangga memproyeksikan bahwa The Fed akan memulai pemotongan suku bunga sebesar 125 basis poin pada bulan Mei mendatang. Bank Indonesia juga diprediksi akan mengurangi suku bunga sebanyak 75 bps, dengan pemangkasan pertama pada bulan Juni 2024, mengikuti keputusan The Fed.

Keputusan The Fed dipengaruhi oleh beberapa sentimen, salah satunya adalah faktor geopolitik dan politik global, terutama dalam konteks pemilu di beberapa negara. Rangga menyatakan bahwa hampir 62 negara, terutama yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia seperti Amerika, India, dan beberapa negara Eropa, akan menggelar pemilu.

"Dampaknya terasa pada ketidakpastian global, harga minyak, dan nilai tukar rupiah," ungkap Rangga. 

Pemilihan pemerintah di Amerika Serikat menjadi hal utama karena berkaitan dengan rencana belanja fiskal dan arah kebijakan suku bunga Amerika.

Menurut Rangga, Amerika juga memiliki kepentingan regional dan hubungan yang kurang baik dengan China. Kedua kondisi ini akan mempengaruhi ekspektasi perdagangan di kawasan serta terkait dengan ekspor dan impor.

Di samping faktor politik, terdapat dua konflik yang tengah berlangsung saat ini, yaitu Rusia-Ukraina dan Hammas-Israel. Perang di Timur Tengah dianggap lebih berisiko tinggi, terutama terkait dengan kenaikan harga minyak di tengah penurunan harga komoditas lainnya.

Selain itu, biaya transportasi juga diperkirakan akan naik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ekspektasi inflasi dan kebijakan suku bunga secara global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper