Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Prospek Instrumen Saham vs Obligasi pada Tahun Pemilu 2024

Prospek saham dan obligasi sebagai aset dasar reksa dana masih positif pada 2024, seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan Pemilu 2024.
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (6/3/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (6/3/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Instrumen saham dan obligasi berpotensi mendapatkan angin segar pada 2024 mendatang, seiring dengan adanya sentimen Pemilu dan juga ekspektasi penurunan suku bunga acuan pada tahun depan.

Pada penutupan perdagangan Rabu, (20/12/2023), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh rekor tertinggi sepanjang 2023 di level 7.219,66. Pada saat yang sama, imbal hasil SUN 10 tahun RI juga melandai 0,14% ke level 6,50% menandakan tingginya permintaan.

Chief Investment Officer STAR Asset Management Susanto Chandra mengatakan, prospek saham dan obligasi sebagai aset dasar reksa dana masih positif pada 2024, seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan menjelang Pemilu 2024 yang diharapkan berjalan dengan lancar.

"Untuk obligasi, kami melihat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berpeluang menguat menuju level 6%, sedangkan untuk IHSG kami melihat potensi menuju 7.800," ujar Susanto kepada Bisnis, dikutip Kamis (21/12/2023).

Lebih lanjut dia mengatakan, menuju semester I/2024, untuk aset kelas pendapatan tetap seperti obligasi negara dan obligasi korporasi tenor menengah panjang berpeluang mengalami kenaikan sehingga STAR AM mulai meningkatkan durasi dalam portofolio perusahaan. 

"Sedangkan untuk aset kelas saham, kami melakukan overweight di beberapa sektor seperti keuangan dan konsumer sebagai proxy dari Pemilu 2024," ujar Susanto.

Senada, CEO Pinnacle Persada Investama, Guntur Putra juga mengatakan prospek kinerja masing-masing underlying asset reksa dana pada 2024 sebenarnya masih cukup baik, namun tetap akan bergantung pada banyak faktor.

Menurutnya, terkait sentimen suku bunga The Fed dan Pemilu 2024, maka akan ada pengaruh terhadap instrumen pendapatan tetap dan pasar saham. Adapun, Bank Sentral AS Federal Reserve masih menahan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5% tahun ini, dan diproyeksikan akan menurunkan suku bunga tiga kali pada 2024.

Sementara itu, Bank Indonesia akan mengumumkan suku bunga BI7DRR dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI hari ini, Kamis, (21/12/2023) dan sejumlah pelaku pasar masih memproyeksikan suku bunga BI ditahan di level 6%. Ke depan, suku bunga BI juga akan mengikuti perkembangan suku bunga The Fed.

"Kemungkinan instrumen pendapatan tetap akan lebih menarik jika suku bunga turun, sementara pasar saham cenderung mengalami volatilitas seiring adanya perubahan politik," ujar Guntur kepada Bisnis.

Alhasil, dengan sentimen tersebut, Guntur mengatakan racikan portofolio reksa dana yang direkomendasikan bisa terdiri dari instrumen pendapatan tetap yang stabil sekaligus menghasilkan return yang cukup, serta penambahan alokasi investasi pada emiten-emiten yang potensial di pasar saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper