Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kabar Terbaru OJK dan BEI soal Kode Broker Saham, Akankah Kembali Dibuka?

Penutupan kode broker saham berlaku sejak Desember 2021 dan kini beredar rumor bahwa akan kembali dibuka.
Karyawan memantau pergerakan saham di salah satu perusahaan sekuritas di Jakarta, Rabu (4/10/2023). - Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan memantau pergerakan saham di salah satu perusahaan sekuritas di Jakarta, Rabu (4/10/2023). - Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, BALIKPAPAN — Ramainya wacana pembukaan kembali kode broker dan domisili di bursa saham membuat Otoritas Jasa Keuangan atau OJK angkat bicara, karena kebijakan itu terkait dengan preferensi dalam bertransaksi maupun berinvestasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyatakan bahwa pihaknya memang mendengar rumor yang santer beredar, yakni kode broker dan domisili saham akan kembali dibuka.

Inarno menyatakan bahwa dia belum mendapatkan perkembangan terbaru mengenai rencana itu, terutama dari PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, dia menilai bahwa pembukaan kode broker termasuk perlu dikaji.

"Memang kalau pembukaan kode broker seperti yang sebelumnya tentunya itu perlu untuk dikaji. Saya rasa itu ada kontranya lah [sehingga perlu dikaji]," ujar Inarno ketika diwawancarai usai acara Capital Market Journalist Workshop-Media Gathering di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (17/11/2023).

OJK sendiri mengkhawatirkan beberapa hal jika memang kode broker dan kode domisili kembali muncul secara waktu nyata alias real time pada jam perdagangan bursa.

Inarno mengungkap bahwa keputusan penghapusan kedua indikator kode itu di antaranya untuk menjaga kualitas transaksi, terutama dari para investor ritel. Pasalnya, transaksi yang hanya mengacu kepada kode broker dan domisili dinilai kurang ideal.

"Karena ritel itu cenderung untuk masuk [ke suatu saham] mengikuti kode broker tanpa melihat kepada fundamental. Apa iya kita mau balik lagi ke kode broker untuk ditampilkan? Rasanya sih perlu untuk dikaji lah," ujar Inarno.

Adapun, ketika ditanya soal kemungkinan broker-broker atau anggota bursa (AB) menginginkan kembali terbukanya kode broker dan domisili, Inarno menjawab tegas bahwa keputusan sepenuhnya ada di regulator sesuai hasil kajian.

"Jadi gini, balik lagi, jangan terlalu diombang-ambingkan dengan apapun. Kita tahu mana yang baik, itu yang kita lakukan. Yang menentukan siapa? Kami lah sebagai regulator," ujar Inarno.

BEI menutup kode broker sejak Desember 2021 dan kode domisili investor sejak Juni 2022. Padahal, sebelumnya kedua kode itu menjadi indikator bagi sejumlah pelaku pasar modal dalam bertransaksi.

Adanya kode tersebut membuat 'mazhab' bandarmology berkembang, yakni teknik menganalisis suatu saham berdasarkan volume transaksi yang dilakukan oleh broker atau sekuritas. Namun, setelah ditutup, transaksi bursa dinilai kurang semarak.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy juga angkat bicara soal rumor dibukanya kembali kode broker dan domisili. Rumornya berkembang beriringan dengan survei BEI terhadap para anggota bursa mengenai kode broker itu.

Irvan menjelaskan bahwa dalam setiap projek yang sifatnya strategis dan memengaruhi pasar, BEI memang selalu melakukan post implementation review. Survei kepada para AB pun merupakan bagian dari proses itu, setelah BEI memberlakukan penutupan kedua kode.

"[Soal] kode broker dalam proses interview, itu salah satu prosesnya kami meminta pandangan dari pelaku. Makanya kami lihat akan seperti apa hasil review-nya," ujar Irvan dalam kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, pembukaan kode broker dan domisili di pasar saham belum tentu berlaku.

TRANSAKSI SAHAM TURUN

Irvan juga angkat bicara soal anggapan bahwa lesunya transaksi saham merupakan dampak dari penutupan kode broker dan domisili. Menurutnya, hal itu tidak dapat disimpulkan secara sederhana.

Dia berargumen bahwa lesunya transaksi saham dipengaruhi oleh banyak faktor, bahkan cenderung tidak terdapat faktor tunggal.

Irvan tidak menampik bahwa penutupan kode broker memang berpengaruh terhadap volume transaksi saham. Namun, sulit untuk mengukur seberapa besar penurunan transaksi yang benar-benar disebabkan oleh penutupan kode broker.

"Kita sekarang bilang sepi [karena penutupan kode broker], iya kalau benar, tetapi kan dalam masa yang sama ada perang. Sekarang kalau saya bilang ini [sepi] karena interest rate salah gak? Jadi kita susah memilah bahwa kebijakan yang kita ambil ini bisa dinilai secara independen satu faktor," ujar Irvan.

Berbagai faktor yang menurutnya dapat memengaruhi perdagangan di pasar di antaranya kondisi ekonomi global, gejolak geopolitik, suku bunga, bounce market, dan yang terbaru sentimen dari serangan Israel ke Palestina.

Dia menyebut bahwa BEI pun tidak dapat mengukur likuiditas pasar berdasarkan suatu variabel tunggal. Hal itu yang membuatnya kerap berhati-hati dalam merespons dampak dari penutupan kode broker.

"[Penutupan kode broker] berpengaruh menurut saya, pasti ada pengaruh, karena mengubah behavior, mengubah cara orang melakukan transaksi, cara orang berpikir untuk melakukan transaksi. Namun, kalau dikejar lagi berapa besar sih pak perubahannya? Itu yang susah akhirnya. Dibilang market turun segini kan faktornya banyak banget," ujar Irvan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper