Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Reksa Dana Saham Usai Inflasi AS Melonjak Lagi

Prospek reksa dana saham dinilai akan terpengaruh kebijakan The Fed yang membuka peluang untuk menaikan suku bunga tahun ini, seiring melonjaknya inflasi AS.
Annasa Rizki Kamalina,Annisa Kurniasari Saumi
Jumat, 13 Oktober 2023 | 14:25
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Prospek reksa dana saham di sisa tahun 2023 diperkirakan akan terpengaruh kebijakan The Fed yang membuka peluang untuk kenaikan suku bunga tahun ini, seiring dengan tanda-tanda inflasi Amerika Serikat (AS) yang terus berlanjut.

CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan prospek dan kinerja reksa dana saham akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor hingga akhir tahun ini. Faktor-faktor tersebut seperti kondisi ekonomi, suku bunga, perkembangan politik, dan sentimen pasar global.

"Sentimen positif bisa datang dari perbaikan ekonomi domestik, peluncuran proyek-proyek infrastruktur, atau perkembangan positif dalam sektor tertentu," ujar Gunturbelum lama ini.

Di sisi lain, lanjutnya, sentimen negatif bisa muncul dari ketidakpastian politik atau peristiwa global yang mempengaruhi pasar. Salah satu sentimen negatif tersebut adalah munculnya volatilitas yang cukup meningkat beberapa hari terakhir yang disebabkan oleh situasi tensi yang memanas di Israel dan Palestina.

Lebih lanjut, Guntur mengatakan terdapat beberapa sektor yang dapat dipertimbangkan oleh investor yang ingin masuk ke reksa dana saham. Akan tetapi, Guntur mengingatkan pilihan sektor tersebut akan sangat bergantung dari profil risiko dan tujuan investasi masing-masing investor.

Menurutnya, saat ini beberapa sektor yang dapat dipertimbangkan oleh investor adalah sektor konsumen, teknologi, kesehatan, dan perbankan.

"Pilihan sektor atau faktor akan sangat tergantung dari profil risiko dan tujuan investasi masing-masing investor. Beberapa sektor dapat dipertimbangkan untuk menjadi pilihan di berbagai situasi dan siklus pasar, salah satunya konsumen, teknologi, kesehatan, dan perbankan," ucapnya.

Melansir dari Bloomberg, Jumat (13/10/2023), data Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan indeks harga konsumen inti, yang tidak termasuk biaya makanan dan energi, naik 0,3% untuk periode September 2023. 

Para ekonom menyukai ukuran inti sebagai indikator yang lebih baik dari inflasi yang mendasarinya. Indeks Harga Konsumen (IHK) secara keseluruhan naik 0,4%, lebih tinggi dari yang diperkirakan, didorong oleh biaya energi. Kedua kenaikan tersebut konsisten dengan laju tahunan yang jauh di atas target 2% The Fed.

"Hal ini akan membuat The Fed tetap terbuka untuk kenaikan suku bunga lagi, meskipun harus diakui bahwa pasar mungkin akan melakukan pengetatan untuk mereka," ujar Kepala Ekonom Nationwide Mutual Insurance Co. Kathy Bostjancic dikutip dari Bloomberg, Jumat (13/10/2023). 

Dirinya merujuk pada lonjakan imbal hasil Treasury jangka panjang baru-baru ini. Hal ini mendorong beberapa pembuat kebijakan untuk menyarankan agar mereka menunda kenaikan lagi saat mereka bertemu pada 31 Oktober-1 November, karena mereka menguraikan alasan di balik kenaikan tersebut. 

Imbal hasil obligasi naik setelah laporan harga terbaru, karena para pedagang melihat peluang kenaikan sekitar 50-50 pada akhir tahun ini. 

Para pembuat kebijakan The Fed sepakat bulan lalu bahwa kebijakan harus tetap ketat untuk beberapa waktu, sambil mencatat bahwa risiko pengetatan saat ini harus diseimbangkan dengan menjaga inflasi di jalur penurunan menuju 2%. 

Laporan inflasi AS September 2023 menunjukkan kenaikan harga jasa, yang telah menjadi perhatian khusus para pejabat di bank sentral yang dipimpin oleh Jerome Powell, karena mereka melihat inflasi sektor ini sebagian didorong oleh pasar tenaga kerja yang ketat.

Harga jasa yang tidak termasuk perumahan dan energi, naik 0,6% dariAgustus, kenaikan terbesar dalam satu tahun terakhir, menurut perhitungan Bloomberg. 

Kepala Ekonom Wells Fargo & Co. Jay Bryson melihat inflasi yang masih terjadi dan tertahan di level 3,7% pada September 2023 tersebut dijelaskan oleh jasa. 

"Langkah terakhir untuk membawa [inflasi] kita kembali turun ke 2% secara berkelanjutan, itu sulit. Itulah sebabnya mengapa The Fed akan tetap membatasi untuk beberapa waktu untuk memastikan hal itu terjadi," kata Bryson. 

Di sisi lain, para pejabat The Fed sedang mencoba untuk memutuskan apakah mereka perlu menaikkan suku bunga pinjaman acuan mereka lagi setelah menaikkannya lebih dari lima poin persentase selama 19 bulan terakhir. 

Mereka membiarkan suku bunga tidak berubah pada pertemuan kebijakan terakhir mereka di bulan September, meskipun 12 dari 19 pejabat mengisyaratkan bahwa mereka akan mendukung kenaikan suku bunga lagi tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper