Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS Melandai, Rupiah Jauhi Level Rp15.000 per Dolar AS

Bersamaan dengan penguatan rupiah ke Rp14.965 per dolar AS, yen Jepang juga naik 0,12 persen, dolar Singapura naik 0,32 persen.
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (5/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (5/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup menguat ke level Rp14.965 pada perdagangan hari ini, Kamis (13/7/2023). Rupiah menguat bersama mayoritas mata uang Asia lainnya.

Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,27 persen ke Rp14.965 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,13 persen ke 100,39.

Bersamaan dengan rupiah, yen Jepang naik 0,12 persen, dolar Singapura naik 0,32 persen, dolar Taiwan 0,96 persen, won Korea Selatan naik 1,1 persen, dan peso Filipina 0,76 persen.

Kemudian rupee India naik 0,21 persen, yuan China menguat 0,08 persen, ringgit Malaysia naik 1,1 persen, dan baht Thailand naik 0,48 persen.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan dolar terdorong oleh data inflasi AS yang melandai. Meskipun demikian, inflasi masih tetap di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen.

"Hal ini akan menarik lebih banyak kenaikan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat, dengan pasar memperkirakan kenaikan setidaknya 25 basis poin dalam pertemuan akhir Juli," kata Ibrahim dalam risetnya, Kamis (13/7/2023). 

Beberapa pejabat The Fed juga telah memberikan sinyal kenaikan suku bunga lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang, dan memperingatkan bahwa inflasi inti masih tinggi.

Sementara itu, dari dalam negeri sentimen datang dari perlambatan ekonomi China yang berpotensi berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Keterkaitan ekonomi antara Indonesia dengan China cukup kuat. 

Estimasi sensitivitas pertumbuhan ekonomi China terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,39 persen, yang berarti perlambatan ekonomi China sebesar 1 persen berpotensi memperlambat ekonomi Indonesia sebesar 0,39 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan mitra dagang lainnya, sebagai contoh Amerika Serikat.

Selain itu, perlambatan ekonomi China juga diperkirakan akan menekan harga komoditas global, dan ini juga mempengaruhi ekonomi Indonesia yang masih cukup banyak mengandalkan komoditas, terutama batu bara dan CPO. 

"Daerah-daerah penghasil komoditas kami perkirakan akan terdampak seperti di beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan," kata dia.

Namun, lanjutnya, pelemahan ekonomi China terhadap negara mitra dagang khususnya di Indonesia seharusnya tidak akan terlalu berdampak signifikan, karena porsi neraca dagang dalam ekonomi tidak terlalu signifikan. 

Saat ini, Indonesia hanya bisa mengandalkan pada konsumsi domestic, belanja pemerintah dan Foreign Direct Investment (FDI) dikala kondisi global bermasalah, termasuk ekonomi China yang melambat.

Adapun untuk perdagangan besok, Jumat (14/7/2023), Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang  Rp14.910-Rp15.010 per dolar AS. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper