Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nantikan Kebijakan The Fed, Rupiah Dibuka Terkoreksi ke Rp15.037

Rupiah melanjutkan pelemahan ke Rp15.037 per dolar AS seiring dengan penguatan dolar AS menjelang pidato Jerome Powell terkait kebijakan moneter AS.
Foto gambar mata uang rupiah dengan nominal Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Foto gambar mata uang rupiah dengan nominal Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka melanjutkan pelemahan ke level Rp15.037 pada perdagangan Rabu (21/6/2023) menjelang pidato Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed Jerome Powell. 

Mengutip data Bloomberg pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka terkoreksi 0,22 persen atau 32,5 poin ke Rp15.037 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS terapresiasi tipis 0,03 persen ke level 102,57. 

Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia seluruhnya kompak melemah, di antaranya yen Jepang melemah 0,07 persen, dolar Singapura melemah 0,07 persen, dolar Taiwan melemah 0,27 persen, won Korea Selatan melemah paling dalam 0,95 persen. 

Selanjutnya, mata uang di Asia Tenggara peso Filipina melemah 0,12 persen, ringgit Malaysia melemah 0,23 persen, dan baht Thailand melemah 0,03 persen. 

Sebelumnya, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah akan dibuka berfluktuatif untuk perdagangan hari ini. Namun, ditutup melemah pada rentang Rp14.080- Rp15.060.

Ibrahim mengatakan penguatan dolar AS terhadap beberapa mata uang kawasan Asia terjadi seiring penurunan suku bunga oleh bank sentral China yang gagal meredakan kekhawatiran investor akan perlambatan pertumbuhan perekonomian. 

Bank sentral China memangkas suku bunga acuan pinjaman sebesar 10 basis poin pada Selasa (20/6/2023). Langkah ini dilakukan demi menopang pemulihan perekomian yang melambat. 

“Namun, ukuran penurunan suku bunga ini mengecewakan beberapa orang yang khawatir bahwa tidak akan cukup untuk menopang kepercayaan, dengan sektor properti China yang sangat terpukul dengan para pedagang mencari paket stimulus yang lebih luas dari otoritas China,” ujar Ibrahim dalam riset, Selasa (20/6/2023). 

Lebih lanjut, dia mengatakan pelaku pasar sedang mengantisipasi pernyataan yang akan diucapkan oleh Ketua Federal Reserve Jerome Powell di depan Kongres AS. Pelaku pasar mengamati pernyataan Powell mengenai isyarat tentang kebijakan moneter AS. 

Dari dalam negeri, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi pembicaraan di kalangan politisi maupun ekonom. Namun, dia menyebut sebagian besar bakal calon presiden bukanlah orang yang mengerti ekonomi. 

Lantas para bakal capres tersebut membutuhkan bakal calon wakil presiden yang mengerti perekonomian. Hal ini agar pasangan capres dan cawapres dapat berkolaborasi memajukan perekonomian dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. 

“Tantangan pemimpin baru, baik presiden dan wakil presiden juga tidak akan mudah karena bakal menghadapi ketidakpastian global,” jelas Ibrahim.  

Selain itu, dia menyebut masih ada ancaman terhadap komoditas Indonesia dari negara-negara lain seperti Uni Eropa hingga fenomena ancaman el nino. Pasangan yang pro pada ekonomi dinilai harus peka terhadap pertumbuhan ekonomi. Kepekaan ini termasuk mempertahankan pekerjaan dan kesuksesan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan bukannya melakukan perubahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper