Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cek 5 Indikator Ini sebelum Harga Minyak Tembus US$100 per Barel

Keputusan OPEC telah mengejutkan banyak pakar minyak, dan menimbulkan taruhan mengenai harga minyak yang bakal mencapai level keramat US$100 per barel.
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA – Manuver mendadak OPEC+ yang memangkas produksi minyak mengirim gelombang kejutan di pasar keuangan, sehingga mendorong prediksi harga minyak mentah mencapai level keramat US$100 per barel.

Bank-bank besar seperti Goldman Sachs Group Inc. hingga RBC Capital Markets LLC menaikkan perkiraan harga minyak mereka setelah pengumuman OPEC+. Namun, banyak pedagang masih percaya prospek ekonomi yang suram akan menghalangi OPEC+ untuk mendorong harga lebih tinggi. Indikator permintaan juga mulai menunjukkan tanda-tanda peringatan.

Kondisi ini dinilai bisa menjadi ujian akhir dari pertimbangan yang paling penting bagi pasar yaitu pasokan yang lebih ketat, atau gambaran permintaan yang lesu. Kondisi itu kemungkinan akan membawa lebih banyak ketidakpastian mengenai arah harga. Belum lagi perkembangan yang rumit bagi Federal Reserve dan bank sentral dunia dalam pertempuran berkelanjutan mereka melawan inflasi.

“Pasar yang sangat sulit untuk diperdagangkan saat ini. Jika Anda seorang trader, Anda ditarik antara apa yang terjadi di tingkat ekonomi makro dan apa yang terjadi secara fundamental. Ini dua arah yang berbeda,” kata Livia Gallarati, analis senior di Energy Aspects, mengutip Bloomberg, Minggu (9/4/2023).

Berikut 5 indikator yang akan diamati oleh para pedagang di pasar minyak saat ini:

1. Permintaan Musim Panas

Keputusan OPEC telah mengejutkan banyak pakar minyak. Pemotongan produksi tidak berlaku hingga Mei, dan sebagian besar dampaknya kemungkinan akan terasa pada paruh kedua tahun ini. Saat itulah permintaan minyak biasanya mencapai puncak musimannya, sebagian berkat periode mengemudi musim panas yang sibuk penduduk AS.

Kondisi ini juga merupakan titik ketika pembukaan kembali ekonomi China diperkirakan akan mulai berjalan dengan kecepatan penuh, yang selanjutnya mendukung permintaan.

Biasanya, OPEC ingin memanfaatkan ledakan konsumsi itu dengan menjual sebanyak mungkin minyak ke pasar. Sebaliknya, pemotongan produksi berarti kartel menahan diri. Hal tersebut memicu perdebatan tentang apakah langkah tersebut akan berakhir dengan mendorong harga minyak menjadi US$100 per barel karena permintaan melonjak, atau justru sebaliknya.

"Sementara pemotongan OPEC+ secara umum dilihat sebagai bullish, hal itu juga meningkatkan kekhawatiran atas prospek permintaan. Jika OPEC+ yakin dengan prospek permintaan yang kuat tahun ini, apakah mereka benar-benar merasa perlu memangkas pasokan?” kata Warren Patterson, kepala strategi komoditas ING.

Pergerakan di pasar bahan bakar global juga menggarisbawahi skeptisisme permintaan. Sementara harga minyak menguat, pergerakan untuk produk olahan kurang menonjol, menyusutkan margin untuk perusahaan penyulingan minyak di seluruh Eropa dan AS. Di Asia, harga solar, produk kilang utama, menandakan meningkatnya kekhawatiran perlambatan karena rentang waktu menyusut ke level terendah sejak November 2022. 

2. Timbunan Minyak yang Tinggi

Saat persediaan AS menurun, persediaan minyak global masih tinggi.

Pada kuartal pertama 2023, stok minyak komersial yang disimpan di negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) berada sekitar 8 persen di atas level tahun lalu, menurut perkiraan dari Administrasi Informasi Energi AS. Hal itu adalah penyangga yang cukup besar dan tanda melemahnya konsumsi yang melanda pasar dalam beberapa bulan terakhir.

3. Arus Minyak Rusia

Kremlin mengatakan akan memangkas produksi sebesar 500.000 barel per hari pada Maret 2023 sebagai pembalasan atas larangan impor dan pembatasan harga yang diberlakukan oleh Barat dan sekutunya. Namun tidak ada tanda-tanda output Rusia yang lebih rendah muncul dalam satu ukuran yang penting bagi pasar minyak mentah global.

Pengiriman minyak mentah dari pelabuhan Rusia mencapai titik tertinggi baru di minggu terakhir Maret 2023, mencapai 4 juta barel per hari. Jumlah itu 45 persen lebih tinggi dari rata-rata yang terlihat dalam delapan minggu sebelum pasukan Moskow menginvasi Ukraina. Pengiriman juga didorong oleh pengalihan sejak Januari sekitar 500.000 barel per hari dikirim melalui pipa langsung ke Polandia dan Jerman

4. Disiplin Produksi Minyak Serpih

Belum lama ini ada dua pemain utama yang menjadi acuan para pedagang minyak untuk mendapatkan arahan atas pasokan. Mereka adalah Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan industri serpih AS.

Semula, OPEC dan industri serpih terkunci dalam pertarungan memperebutkan pangsa pasar. Kondisi ini adalah perseteruan yang membantu menjaga harga minyak global, dan inflasi yang didorong oleh energi, untuk sebagian besar dekade ini.

Kemudian pandemi melanda, dan bersamaan dengan itu harga minyak jatuh mencekik industri serpih. Selama tiga tahun terakhir, bahkan ketika pasar pulih dan arus kas melonjak, perusahaan memprioritaskan dividen dan pembelian kembali saham daripada pengeboran baru. Sejak Maret 2020, Indeks Sektor Energi S&P 500 telah melonjak hampir 200 persen, melampaui kenaikan hampir 60 persen indeks S&P 500.

Sekarang, karena kebutuhan untuk output produksi serpih semakin cepat, OPEC memiliki satu faktor yang kurang untuk dipertimbangkan saat membuat keputusan pasokan.

Keputusan OPEC+ juga menyakitkan bagi Presiden AS Joe Biden, yang dengan cepat meremehkan dampak keputusan kartel dan sekutunya untuk memangkas produksi lebih dari 1 juta barel per hari. Biden bersumpah setelah pemotongan produksi awal tahun lalu bahwa akan ada konsekuensi bagi Arab Saudi, tetapi pemerintah belum menindaklanjutinya.

5. Kurva Berjangka

Pembicaraan tentang minyak seharga US$100 sebenarnya telah berdengung sejak akhir tahun lalu. Namun hingga kini memang belum menyentuh area tersebut. Beberapa analis memperkirakan harga akan mencapai ambang itu pada kuartal II/2023. Pandangan didorong mundur ke paruh kedua tahun ini, dan sekarang bahkan beberapa pembeli yang lebih besar tidak mengharapkan level US$100 untuk ikut bermain sampai 2024.

Kurva berjangka pasar minyak mencerminkan ekspektasi tersebut. Harga untuk kontrak yang terkait dengan pengiriman sejauh Desember 2024 dan 2025 telah naik, bahkan saat benchmark berjangka untuk bulan depan mulai melandai. 

"Pemotongan produksi OPEC+ pasti meningkatkan kemungkinan US$100 per barel tahun ini, meskipun itu sama sekali bukan kepastian. Kelemahan sisi permintaan yang berasal dari pertimbangan pertumbuhan jelas mengambil peran yang lebih menonjol," kata Harry Altham, analis di broker StoneX.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper