Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Dunia Naik 3 Persen, OPEC+ Siap Kurangi Produksi

Lonjakan harga minyak dipicu oleh rencana OPEC dan sekutunya atau OPEC+ untuk memangkas produksi minyak dunia sebanyak 1 juta barel per hari.
Tangki penyimpanan minyak di California, Amerika Serikat/Bloomberg-David Paul Morris
Tangki penyimpanan minyak di California, Amerika Serikat/Bloomberg-David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia terpantau menguat mendekati level US$82 per barel seiring dengan rencana OPEC+ untuk mengurangi pasokan minyak dunia hingga 1 juta barel per hari.

Berdasarkan laporan Bloomberg pada Senin (3/10/2022), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November menguat 3,1 persen ke level US$81,98 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis Brent kontrak Desember naik 3 persen ke posisi US$87,73 per barel.

Lonjakan harga minyak dipicu oleh rencana OPEC dan sekutunya atau OPEC+ untuk memangkas produksi minyak dunia sebanyak 1 juta barel per hari. Jika terealisasi, pengurangan pasokan tersebut akan menjadi yang terbesar sejak masa pandemi.

Meski demikian, delegasi OPEC+ menyatakan keputusan final terkait jumlah pengurangan pasokan akan disahkan pada pertemuan bulanan di Vienna, Austria, Rabu pekan ini.

Ed Moya, Senior Market Analyst Oanda Group mengatakan koreksi harga minyak dunia diprediksi sudah berakhir. Sebelumnya, pelaku pasar dilanda kekhawatiran terkait perlambatan global pada musim panas ini.

“Namun, untuk sekarang sepertinya risiko untuk minyak telah memasuki fase upside,” jelas Moya dikutip dari Bloomberg.

Adapun, sepanjang kuartal III/2022 lalu, harga minyak dunia terpantau terkoreksi seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global memicu penurunan permintaan. Lembaga perbankan seperti UBS dan JPMorgan menyebutkan OPEC+ perlu mengurangi produksi sebanyak 500.000 barel per hari untuk menstabilkan harga.

“Pengurangan produksi lebih dari 1 juta barel per hari akan cukup untuk memberikan batas bawah untuk harga minyak,” jelas Senior Market Analyst Price Futures Group, Phil Flynn.

Pengurangan produksi dalam jumlah besar ini kemungkinan akan mengundang kritik dari AS dan negara konsumen besar lainnya, di mana inflasi yang dipicu oleh komoditas energi memaksa bank sentral untuk menaikkan tingkat suku bunganya.

Sementara itu, China memberlakukan kuota baru untuk ekspor bahan bakar dan minyak mentah pada pekan lalu dalam upaya pemulihan ekonominya. Permintaan minyak dari China tercatat melemah selama beberapa waktu belakangan akibat lockdown dan lesunya pasar properti tahun ini.

“Hanya masalah waktu saja untuk harga minyak kembali ke level US$100 per barel. Apalagi, pasokan energi diperkirakan akan ketat di akhir tahun,” jelas Energy Analyst DBS Bank Ltd Suvro Sarkar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper