Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Diproyeksi Bergerak Konsolidatif

Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa pasar saat ini tengah menanti prospek kelanjutan putaran perundingan dagang tatap muka antara AS dan China yang direncanakan digelar pada September di Washington.
Seorang pembeli menghitung uang Dolar Amerika Serikat yang ditukarnya di gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Senin (15/7/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Seorang pembeli menghitung uang Dolar Amerika Serikat yang ditukarnya di gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Senin (15/7/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi bergerak konsolidatif pada perdagangan pekan depan, menanti kelanjutan negosiasi perdagangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia, AS dan China.

Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa pasar saat ini tengah menanti prospek kelanjutan putaran perundingan dagang tatap muka antara AS dan China yang direncanakan digelar pada September di Washington.

“Kebetulan AS pada perdagangan Senin (2/9/2019) akan libur merayakan Hari Buruh. Sembari menantikan kelanjutan negosiasi dagang, rupiah mungkin bergerak konsolidatif,” ujar Ariston kepada Bisnis, Minggu (1/9/2019).

Ariston mengatakan, kendati beberapa kenaikan tarif impor AS dan China mulai berlaku pada 1 September, sentimen AS dan China yang akan kembali melakukan perundingan dagang telah menjadi sentimen dominan penggerak rupiah pada pekan ini.

Pasar berharap adanya kesepakatan yang solutif dari kedua belah pihak untuk menghentikan perang dagang yang berlarut-larut sejak tahun lalu yang telah berdampak terhadap perlambatan ekonomi global.

Sebagai informasi, Pada Rabu (28/8), Presiden AS Donald Trump meresmikan kenaikan tarif impor tambahan untuk produk China senilai US$300 miliar sebesar 5% yang akan berlaku bertahap pada 1 September 2019 dan 15 Desember 2019.

Adapun, niat baik China untuk melanjutkan negosiasi dengan AS tanpa aksi balas dendam tersebut telah memberikan sentimen positif untuk aset investasi berisiko, termasuk rupiah, pada penutupan akhir pekan lalu.

Mengutip Reuters, saat ini, China dan AS dikabarkan sedang membahas negosiasi perdagangan tatap muka yang dijadwalkan diadakan di AS pada September.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perdagangan China Gao Feng yang mengatakan bahwa kedua belah pihak harus menciptakan kondisi untuk kemajuan dalam perundingan.

Dia juga menambahkan bahwa China menentang segala bentuk eskalasi perang dagang dengan AS dan bersedia untuk menyelesaikan masalah dengan tenang.

Akibat sentimen tersebut, berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (30/8/2019) rupiah ditutup di level Rp14.198 per dolar AS, menguat 0,282% atau 40 poin menjadi yang terkuat ketiga di antara mata uang Asia.

Sepanjang tahun berjalan 2019, rupiah telah bergerak menguat 2,58% terhadap dolar AS, berada di posisi keempat mata uang dengan kinerja terbaik di Asia.

Di sisi lain, selain isu perang dagang, demonstrasi di Hong Kong yang masih berlangsung dan semakin memanas, serta isu Brexit dinilai dapat memberatkan pergerakan rupiah sehingga kenaikannya semakin terbatas.

Menambah ketidakpastian global, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memutuskan untuk menunda parlemen selama lebih dari sebulan sebelum Brexit.

Ariston memprediksi pada perdagangan Senin (2/9/2019) rupiah bergerak di kisaran Rp14.170 per dolar AS hingga Rp14.250 per dolar AS.

Senada, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan bahwa pernyataan AS dan China yang siap kembali ke meja perundingan setelah saling melempar kenaikan tarif akan mendominasi pasar pada pekan ini.

Sentimen tersebut akan menjadi katalis positif bagi mayoritas mata uang negara pasar berkembang, termasuk Indonesia. Belum lagi, Bank Sentral AS yang diproyeksikan semakin yakin untuk kembali menurunkan suku bunga acuan pada rapat 18 September mendatang, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi AS dalam menghadapi risiko perdagangan.

“Inflasi di bulan Agustus juga diproyeksikan lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sehingga sentimen ini juga akan menjadi katalis positif dan membantu kinerja rupiah,” ujar David kepada Bisnis, Minggu (1/9/2019).

Di sisi lain, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa kolaborasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang terus melakukan intervensi di pasar DNDF dalam sepekan terakhir telah berhasil membawa mata uang Garuda ditutup menguat cukup signifikan.

“Ini menandakan bahwa BI dalam kepemimpinan Perry Warjiyo saat ini begitu agresif merespon perkembangan ekonomi global yang sampai saat ini terus bergejolak akibat perang dagang dan Brexit,” ujar Ibrahim.

Ibrahim memprediksi, pada perdagangan Senin (2/9/2019) rupiah akan kembali menguat terbatas dengan kisaran Rp14.165 per dolar AS hingga Rp14.233 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper