Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Spekulasi Sikap Akomodatif The Fed Dongkrak Rupiah Menguat

Nilai tukar rupiah berhasil rebound dan berakhir menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (11/3/2019), seiring dengan pelemahan dolar AS.
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah berhasil rebound dan berakhir menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (11/3/2019), seiring dengan pelemahan dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 23 poin atau 0,16% di level Rp14.291 per dolar AS, dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Jumat (8/3), rupiah berakhir merosot 171 poin atau 1,21% di level Rp14.314 per dolar AS, pelemahan hari kedua berturut-turut.

Rupiah sempat melanjutkan pelemahannya terhadap dolar AS ketika dibuka terdepresiasi 20 poin atau 0,14% di level Rp14.334 per dolar AS pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.278 – Rp14.334 per dolar AS.

Mata uang lain di Asia terpantau bergerak variatif terhadap dolar AS sore ini. Penguatan beberapa mata uang dipimpin rupee India dan won Korea Selatan yang masing-masing terapresiasi 0,3% dan 0,23%.

Adapun beberapa mata uang lainnya terdepresiasi tipis di kisaran sempit, dipimpin yen Jepang yang hanya melemah 0,05% terhadap dolar AS pada pukul 17.07 WIB.

Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau lanjut turun 0,004 poin ke level 97,302 pada pukul 16.57 WIB.

Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka dengan kenaikan 0,09% atau 0,088 poin di level 97,306, setelah berakhir melemah 0,37% atau 0,361 poin di posisi 97,306 pada perdagangan Jumat (8/3).

Dilansir Bloomberg, rupee India dan won Korea Selatan memimpin penguatan di antara beberapa mata uang negara berkembang di Asia, didorong spekulasi bahwa Federal Reserve akan mempertahankan sikap yang akomodatif terkait kebijakan moneternya.

Dalam sebuah wawancara di CBS News pada Minggu (10/3), Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan suku bunga The Fed dapat tetap ditahan saat bank sentral AS ini menantikan untuk melihat perkembangan kondisi di luar negeri.

Di sisi lain, pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (8/3/2019), indeks utama di bursa Wall Street AS membukukan penurunan hari kelima berturut-turut menyusul rilis data payroll yang menunjukkan hasil mengejutkan.

Ekonomi AS hanya menciptakan 20.000 pekerjaan pada bulan Februari, angka terlemah sejak September 2017. Akibatnya, imbal hasil obligasi turun, dengan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun mencapai level terendah dalam 2 bulan di 2,607%.

“Pasar mencoba mencermati data yang mengecewakan dari laporan payroll AS dan serangkaian data buruk yang berkelanjutan secara global, termasuk di Asia,” ujar Irene Cheung, pakar strategi mata uang di Australia & New Zealand Banking Group, seperti dikutip Bloomberg.

Menurut Cheung, pelemahan terbaru dolar AS menjadi tanda kehati-hatian dalam pengambilan risiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper