Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan harga minyak kelapa sawit pada pekan lalu dinilai hanya sementara. Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menilai rebound harga sawit itu hanya bersifat terbatas karena sejalan dengan melemahnya nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat.
“Sebab secara umum sentimen bearish masih menyelimputi pasar CPO,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Sentimen bearish yang dimaksud, salah satunya masih tingginya produksi CPO di Malaysia dan Indonesia. Hal tersebut menciptakan kekhawatiran pelaku pasar melimpahnya persediaan CPO global yang dapat menekan harga.
Di sisi lain, meningkatnya ketidakpastian dagang antara AS dengan China, juga bisa menjadi katalis negatif bagi CPO. “Jadi kenaikan saat ini belum akan terkonfirmasi sebagai sebuah sinyal harga CPO akan menguat,” katanya.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menilai belum jelasnya perang dagang AS dan China hingga kini berkontribusi melemahkan harga sawit. Menurutnya, perundingan dagang kedua negara itu yang dihelat belum lama ini belum memperlihatkan hasil.
“Sedangkan besok sudah 1 Maret [batas akhir perang dagang AS-China]. Ada ketakutan negosiasi perang dagang ini tidak ada hasil,” katanya.
Baca Juga
Artinya jika perang dagang ini belum berakhir, maka diperkirakan akan berdampak pada negara-negara lain. Tidak hanya China, tetapi juga Jepang, Uni Eropa, dan negara-negara lainnya.
Hal inilah yang akan menyebabkan perekonomian global melambat. Bila sudah begitu, maka akan berpengaruh pada permintaan komoditas termasuk minyak kelapa sawit.
“Jadi wajar perdagangan sawit di Bursa Malaysia jatuh cukup tajam. Jangan heran,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel