Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SBN Ritel: Pemerintah Akan Batasi Kuota SBR005

Kementerian Keuangan berencana untuk mengatur batas atas kuota penjualan instrumen Saving Bond Retail seri SBR005 yang akan mulai dipasarkan pada Kamis (10/1) pekan ini, untuk memastikan kuota instrumen ritel mencukupi hingga akhir tahun.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman (tengah), Direktur Surat Utang Negara Loto Srinaita Ginting (kiri), dan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Nufransa Wira Sakti memberikan keterangan, di Jakarta, Jumat (6/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman (tengah), Direktur Surat Utang Negara Loto Srinaita Ginting (kiri), dan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Nufransa Wira Sakti memberikan keterangan, di Jakarta, Jumat (6/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Keuangan berencana untuk mengatur batas atas kuota penjualan instrumen Saving Bond Retail seri SBR005 yang akan mulai dipasarkan pada Kamis (10/1) pekan ini, untuk memastikan kuota instrumen ritel mencukupi hingga akhir tahun.

Loto Srinaita Ginting, Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, mengatakan bahwa pemerintah akan mengumumkan besaran kupon SBR005 hari ini, sedangkan masa penawaran baru akan dibuka pada Kamis (10/1) mendatang.

Loto mengatakan, pemerintah akan mulai mencoba menerapkan batas atas bagi kuota pemasaran atas instrumen SBR005 ini, kendati dirinya masih enggan menyebutkan berapa target tertinggi yang bakal ditetapkan pemerintah.

Investor dapat memesan instrumen ini mulai dari Rp1 juta hingga Rp3 miliar. Namun, bila kuota maksimal telah terpenuhi, pemerintah akan menghentikan pemasaran meskipun minat masih tinggi dan periode pemasaran belum berakhir.

Instrumen ini rencananya dipasarkan hanya 2 pekan, dari Kamis (10/1) hingga Kamis (24/1). Sistem akan secara otomatis menolak pemesanan ketika kuota maksimal telah terpenuhi. Ini berbeda dibandingkan dengan seri SBR sebelumnnya, yang mana kuota terus ditambah selama pemesanan masih ada.

Loto beralasan, penerbitan instrumen surat berharga negara (SBN) ritel akan lebih rutin tahun ini, mencapai 10 instrumen atau 1 instrumen per bulan sehingga alokasi penjualan setiap seri harus diatur agar tetap mencukupi hingga seri terakhir.

Pemerintah akan terbitkan 4 seri SBR, 4 seri sukuk tabungan (ST), 1 seri obligasi ritel Indonesia (ORI) dan 1 seri sukuk ritel (sukri/SR). Selain alasan banyaknya instrumen, pembatasan kuota dilakukan untuk mengendalikan porsi instrumen SBN tenor pendek tidak terlalu berlebihan.

“Jadi, siapa cepat dia dapat. Makanya kita sarankan dengan adanya sistem ini, sebaiknya lebih cepat memesan,” katanya, Senin (7/1/2019).

Adapun, target penerbitan SBN non-lelang tahun ini mencapai 9% - 10% dari target SBN domestik atau sekitar Rp60 triliun hingga Rp66 triliun. Termasuk di dalamnya yakni SBN ritel dan SBN private placement. Artinya, dengan 10 instrumen SBN ritel, rata-rata pemasaran per instrumen adalah sekitar Rp6 triliun.

Kendati demikian, Loto mengatakan pemerintah mungkin mengalokasikan lebih banyak pemasaran pada SBN ritel tradeable, yakni ORI dan Sukri dibandingkan non-tradeable seperti SBR dan ST. Pemerintah juga akan mengevaluasi efektivitas dari kebijakan penetapan batas atas pada SBR005 ini. 

“Kami ingin perkenalkan batas atas kuota untuk SBR005, tetapi apakah ada batas atas untuk kuota instrumen selanjutanya, nanti kita lihat lagi. Kami akan evaluasi lagi,” katanya.

Enry Danil, Head of Fixed Income Syailendra Capital, mengatakan bahwa instrumen ini hampir pasti akan tetap ramai peminat, mengingat kuponnya akan semakin tinggi sebab bersifat mengambang dengan floor atau kupon minimal. Kupon tidak mungkin turun lebih rendah, tetapi mungkin naik lebih tinggi bila BI 7 DRR meningkat.

Enry menilai, keputusan pemerintah untuk membatasi pemesanan instrumen SBR agar tidak berlebihan cukup masuk akal, mengingat bunganya yang tinggi akan relatif membebani APBN. Secara umum, pemerintah memang menerbitkan instrumen SBN ritel dengan kupon lebih tinggi dibandingkan dengan yield pasar tahun lalu untuk menarik minat investor ritel.

“Premium-nya sangat tinggi. Kalau issueterlalu banyak, akan crowding out. Demandterhadap instrumen lain di pasar akan berkurang karena semua lari ke SBN ritel,” katanya.

Anil Kumar, Manager Portofolio Ashmore Asset Management Indonesia, mengatakan bahwa minat atas instrumen SBR005 akan tetap tinggi selama pemerintah tetap mempertahankan spread kuponnya 255 bps di atas BI 7 DRR. Penurunan lebih dari 25 bps berpotensi menurunkan minat investor, sehingga tanpa perlu dibatasi pun permintaan investor akan turun dengan sendirinya.

Anil menilai, investor ritel domestik saat ini masih sangat sensitif terhadap kupon. Instrumen ini akan berhadapan langsung dengan deposito perbankan yang relatif lebih likuid, sedangkan SBR005 harus disimpan hingga jatuh tempo. Bila kuponnya tidak jauh berbeda dari bunga deposito, investor tetap akan lebih memfavoritkan deposito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper