Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jenuh Beli, IHSG Turun 0,23% Pada Akhir Sesi I

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menetap di zona merah pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (8/1/2019).
Karyawan beraktivvitas di dekat papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (7/1/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Karyawan beraktivvitas di dekat papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (7/1/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menetap di zona merah pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (8/1/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG turun 0,23% atau 14,56 poin ke level 6.272,67 pada akhir sesi I, dari level penutupan perdagangan sebelumnya, Senin (7/1/2019), di posisi 6.287,22 dengan penguatan 0,20% atau 12,68 poin.

Padahal, IHSG sempat kembali menembus level 6.300 setelah dibuka naik tipis 0,08% atau 5,04 poin di posisi 6.292,26 pagi tadi.Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.270,77 – 6.316,24.

Lima dari sembilan sektor menetap di zona merah, dipimpin sektor konsumer (-1,19%) dan tambang (-0,58%). Empat sektor lainnya mampu menetap di zona hijau, dipimpin sektor properti yang menguat 0,81%.

Sebanyak 204 saham menguat, 162 saham melemah, dan 256 saham stagnan dari 622 saham yang diperdagangkan.

Saham PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang masing-masing turun 1,53% dan 1,44% menjadi penekan utama terhadap pelemahan IHSG pada akhir sesi I.

IHSG diprediksi akan terkoreksi wajar setelah mampu membukukan kenaikan pada beberapa sesi perdagangan beruntun sebelumnya.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan terlihat pola shooting star candle yang mengindikasikan adanya potensi koreksi wajar pada pergerakan IHSG sehingga berpeluang menuju ke area support.

Berdasarkan daily pivot dari Bloomberg, support pertama maupun kedua memiliki range pada 6.264,713 hingga 6.242,202. Sementara itu, resistance pertama maupun kedua memiliki range pada 6.332,247 hingga 6.377,269.

“Berdasarkan indikator, MACD berhasil membentuk pola golden cross di area positif. Namun demikian, Stochastic dan RSI sudah menunjukkan overbought atau jenuh beli,” paparnya dalam riset. 

Sementara itu, indeks saham lainnya di kawasan Asia bergerak variatif siang ini, di antaranya indeks FTSE Straits Times Singapura (+0,31%), indeks FTSE Malay KLCI (-0,10%), indeks SE Thailand (+0,01%), dan indeks PSEi Filipina (-0,89%).

Indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang masing-masing mampu menanjak 1,12% dan 1,53%. Adapun indeks Kospi Korea Selatan turun 0,11%, sedangkan indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China masing-masing turun 0,23% dan 0,14%.

Dilansir dari Bloomberg, bursa Asia bergerak variatif di tengah penantian investor apakah hasil perundingan perdagangan antara pemerintah Amerika Serikat (AS) dan China akan produktif.

Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Wilbur Ross memprediksi bahwa pemerintah AS dan China dapat mencapai kesepakatan perdagangan, ketika sejumlah pejabat dari dua negara berkekuatan ekonomi terbesar dunia ini melanjutkan perundingan guna mengakhiri sengketa perdagangan mereka.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan Beijing memiliki "itikad baik" untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat guna menyelesaikan friksi perdagangan ketika para pejabat Tiongkok bertemu dengan pejabat AS di Beijing pada 7-8 Januari.

Komentar bernada dovish dari Gubernur The Fed Jerome Powell pada Jumat (4/1) dan langkah China untuk ekonominya telah sedikit mengangkat sentimen pasar finansial, tetapi risiko tetap ada. Hasil perundingan perdagangan masih bergantung pada keseimbangan, sedangkan prospek kebijakan The Fed terus diperdebatkan.

“Investor gembira dengan tren positif saat ini tetapi tetap waspada terhadap reaksi penurunan tajam mengingat pergerakan yang telah kita lihat selama beberapa pekan dan bulan terakhir,” ungkap Nick Twidale, chief operating officer di Rakuten Securities.

“Pedagang masih sangat menyadari bahwa berbagai faktor geopolitik yang telah menjadi lazim dalam memengaruhi pergerakan pasar selama 12 bulan terakhir masih relevan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper