Bisnis.com, JAKARTA — Dolar Amerika Serikat anjlok pada titik terendahnya sejak lebih dari dua bulan lalu seiring dengan perundingan antara Amerika Serikat dan China terkait dengan hubungan dagang di Beijing pada pekan ini.
Selain itu, pernyataan bernada dovish dari Federal reserve untuk berhati-hati dalam menaikkan suku bunga ikut memberikan sentimen negatif bagi penguatan dolar AS.
Chief Operating Officer Rakuten Securities Australia Nick Twidale mengatakan, mata uang yang juga diperdagangkan sebagai aset investasi aman tersebut lambat laun telah menurun melawan hampir semua mata uang asing lainnya.
“Namun, kemungkinan terkecuali untuk mata uang Yen, dengan melihat kondisi pasar seperti saat ini,” ujar Nick seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (7/1/2018).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks dollar AS, yang melacak pergerakan greenback terhadap sejumlah mata uang melemah 0,30% ke level 95,87 pada perdagangan Senin (7/1/2019), pukul 17.10 WIB.
Sementara, pasangan mata uang USD/JPY melemah sebesar 0,38% sehingga berada pada level 108,13 yen per dolar AS.
Adapun, potensi dolar AS untuk bergerak fluktuatif akan terjadi seiring dengan indikator yang akan dirilis Senin malam oleh Institute for Supply Management (ISM) tentang data kondisi bisnis Amerika Serikat di luar sektor manufaktur untuk Desember 2018.
Pada November 2018, Indeks ISM non manufaktur PMI AS berada pada posisi 60,7 lebih tinggi dari perkiraan, sementara untuk Desember 2018 indeks ISM non manufaktur PMI diperkirakan akan turun menjadi 59,6.
Jika hasil indeks yang akan dirilis lebih tinggi dari perkiraan akan cenderung menyebabkan dolar menguat, tetapi jika lebih kecil maka akan semakin melemahkan dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel