Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PAPAN PENGEMBANGAN: Aturan Pencatatan Saham Kian Dipermudah

PT Bursa Efek Indonesia membuka kesempatan lebih besar bagi perusahaan yang ingin menjadi penghuni lantai bursa dengan cara melonggarkan aturan pencatatan saham di papan pengembangan.
Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia  I Gede Nyoman Yetna (kiri), menyampaikan sambutan pada  peluncurkan produk baru investasi Reksa Dana Indeks Simas ETF (Exchanged Trade Fund) IDX 30 di Jakarta, Kamis (20/9/2018)./JIBI-Dedi Gunawan
Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna (kiri), menyampaikan sambutan pada peluncurkan produk baru investasi Reksa Dana Indeks Simas ETF (Exchanged Trade Fund) IDX 30 di Jakarta, Kamis (20/9/2018)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bursa Efek Indonesia membuka kesempatan lebih besar bagi perusahaan yang ingin menjadi penghuni lantai bursa dengan cara melonggarkan aturan pencatatan saham di papan pengembangan.

Hal tersebut tertuang dalam  revisi Peraturan No. I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat yang diterbitkan pada 26 Desember 2018 dan mulai berlaku sejak 27 Desember 2018 dengan nomor keputusan 00183/BEI/12-2018.

Adapun, pelonggaran aturan tersebut memungkinkan korporasi yang tidak memiliki aset berwujud fisik senilai Rp5 miliar untuk tetap bisa tercatat di papan pengembangan.

Sebagai gantinya, BEI menyaratkan korporasi memiliki laba usaha minimal Rp1 miliar pada setahun terakhir serta kapitalisasi pasar Rp100 miliar sebelum listing. Pilihan lainnya, korporasi memiliki pendapatan usaha minimal Rp40 miliar setahun terakhir dan kapitalisasi pasar Rp200 miliar sebelum listing.

Bila korporasi tidak mampu juga memenuhi ketentuan itu, mereka bisa listing di papan akselerasi yang kini pun tengah dipersiapkan payung hukumnya. Upaya-upaya ini diharapkan akan membuka akses pasar modal tidak saja bagi korporasi besar, tetapi juga korporasi skala kecil-menengah.

IGD Nyoman Yetna Setya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia mengatakan bahwa alternatif tersebut diberikan guna membuka peluang yang lebih besar bagi perusahaan yang memiliki net tangible asset (NTA) yang rendah.

“Kalau tidak ada net tangible asset anda bisa masuk dengan revenue dan market cap atau laba usaha dan market cap,” ujarnya, Selasa (2/1).

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai bahwa langkah tersebut dilakukan untuk merangsang perusahaan-perusahaan yang ingin mencari pendanaan melalui pasar modal. Berkurangnya syarat yang diberikan kepada perusahaan membuat akses bagi perusahaan untuk masuk ke pasar modal menjadi semakin mudah.

“Hanya saja kembali lagi bahwa tadi ketika hasilnya sudah mulai terlihat, ketika banyak emiten-emiten baru masuk ke pasar modal perlu diperhatikan juga kualitasnya. Artinya, jangan sampai dalam mengejar target dari sisi jumlah, kualitasnya jadi berkurang,” ujarnya kepada Bisnis.

Selain memberikan pelonggaran dalam pencatatan saham, BEI juga menghapus klausa tentang kewajiban adanya direktur tidak terafiliasi atau direktur independen pada perusahaan tercatat sehingga fungsi pengawasan pihak yang tidak terafiliasi sepenuhnya berada pada komisaris independen.

Nyoman menjelaskan bahwa fungsi direktur independen sudah tidak lagi diperlukan. Pasalnya, selama 14 tahun sejak ketentuan tentang direktur independen diatur oleh bursa, berbagai peraturan lain untuk melindungi kepentingan investor publik sudah diterbitkan.

Selain itu, tambahnya, di Indonesia menganut sistem dua dewan (board), yakni dewan komisaris dan dewan direksi. Padahal, beberapa negara lain hanya menganut satu dewan, yakni dewan direksi, tetapi dengan dua fungsi, yakni eksekutif dan non-eksekutif. Fungsi direksi non-eksekutif tidak lain adalah fungsi pengawasan.

Pada revisi aturan I-A, BEI juga melarang perusahaan yang baru tercatat di bursa untuk melakukan pemecahan nilai saham (stock split) dan penggabungan nilai saham (reverse stock) selama 12 bulan pertama sejak saham perusahaan dicatatkan di bursa.

Larangan tersebut guna menghindari aksi korporasi yang dilakukan terlalu cepat sehingga nantinya berpotensi merugikan pemegang saham. Selain itu, perusahaan yang baru saja melakukan stock split atau reverse stock, tidak dapat kembali melakukan kedua aksi korporasi tersebut dalam periode 12 bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper