Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Melaju Positif Awal 2019, Prospek Apple Menghantui

Pergerakan tiga indeks saham utama di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) mampu mengakhiri perdagangan hari pertama Tahun Baru 2019, Rabu (2/1/2019), di zona hijau setelah sempat terdampak kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Bursa Saham AS Wallstreet/Reuters
Bursa Saham AS Wallstreet/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan tiga indeks saham utama di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) mampu mengakhiri perdagangan hari pertama Tahun Baru 2019, Rabu (2/1/2019) di zona hijau, setelah sempat terdampak kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik tipis 0,08% atau 18,78 poin di level 23.346,24, indeks S&P 500 naik 0,13% atau 3,18 poin di 2.510,03, sedangkan indeks Nasdaq Composite berakhir menguat 0,46% atau 30,66 poin di level 6.665,94.

Setelah berjuang naik selama sesi perdagangan tersebut, ketiga indeks berhasil ditutup di wilayah positif. Bagaimana pun, kenaikan ini diragukan akan bertahan dalam beberapa hari mendatang setelah Apple Inc. memangkas prospek penjualan pascapenutupan pasar.

Saham Apple turun 8% menyusul kabar tersebut, diikuti oleh penurunan saham pemasoknya. Adapun S&P 500 e-mini futures turun sekitar 0,5%, menandakan bahwa kenaikan moderat yang berhasil dibukukan Rabu (2/1) kemungkinan tak mampu berlanjut ketika pasar dibuka kembali pada Kamis (3/1).

Ketika 2019 dimulai setelah mengalami tahun terburuk untuk bursa saham AS dalam satu dekade pada 2018, sejumlah analis telah mencari “efek Januari” yang dapat kembali menarik investor.

“Ada kekurangan arah," kata Ben Phillips, kepala investasi di Eventshares, Newport Beach. “Pekan depan kita mungkin mendapatkan yang lebih baik dari efek Januari."

“(Pasar saham) benar-benar didorong oleh sentimen saat ini. Rasanya sentimen lebih mendominasi daripada fundamental,” tambahnya.

Bursa saham AS memulai sesi perdagangan Rabu di posisi lebih rendah setelah laporan terpisah menunjukkan perlambatan dalam aktivitas pabrik di China dan zona euro.

PMI China dari Caixin Media dan IHS Markit yang dirilis Rabu (2/1) dilaporkan turun menjadi 49,7 dari 50,2, level terendah terendah sejak Mei 2017.

Angka ini mengonfirmasikan tren pada angka PMI resmi yang dirilis Senin (31/12/2018), yang menunjukkan penurunan ke 49,4 pada Desember, terlemah sejak awal 2016. Seperti diketahui, angka di bawah 50 menandakan kontraksi.

Ketika sentimen pasar sudah terdampak data ekonomi yang mengecewakan dari China, survei baru menunjukkan aktivitas manufaktur zona Euro hampir tidak berekspansi pada akhir 2018.

Fakta ini menunjukkan bahwa konflik perdagangan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan China telah memukul manufaktur global.

Namun, saham-saham energi berhasil mendorong kenaikan S&P 500 dan sektor ini membukukan persentase terbesar pada indeks, didukung oleh lonjakan sebesar 2,4% pada harga minyak mentah. Padahal, menengok 2018, sektor ini mencatat kinerja terburuk pada S&P.

Kenaikan S&P 500 dibatasi oleh sektor kesehatan serta apa yang disebut sektor defensif, seperti real estat, utilitas, dan kebutuhan pokok konsumen. Perusahaan kesehatan memberi hambatan terbesar pada S&P 500 dan Dow.

Investor selanjutnya menantikan laporan PMI mengenai aktivitas pabrik AS dan data payroll yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (4/1), guna mengukur kesehatan ekonomi AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper