Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MNC Sekuritas: Awal Tahun, Harga SUN Bergerak Terbatas

MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih akan bergerak terbatas dengan arah perubahan yang bervariasi pada perdagangan Rabu (2/1/2019).
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih akan bergerak terbatas dengan arah perubahan yang bervariasi pada perdagangan Rabu (2/1/2019).

Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra memproyeksi beberapa seri berpotensi mengalami penurunan menjelang pelaksanaan lelang penjualan SUN, yaitu seri FR0077, FR0078, dan FR0068.

"Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan menyampaikan data inflasi Desember 2018, di mana analis memperkirakan akan terjadi inflasi bulanan sebesar 0,48% dan inflasi tahunan sebesar 2,98%," paparnya dalam riset harian, Rabu (2/1).

Adapun data penting yang dinantikan oleh investor global adalah data sektor tenaga kerja AS, yang akan disampaikan pada Jum'at (4/1).

Pada penutupan perdagangan 2018, imbal hasil SUN bergerak bervariasi dengan kecenderungan naik. Perubahan yang terjadi mencapai 8 bps, di mana pergerakan terbesar terjadi di SUN tenor pendek hingga menengah.

Imbal hasil SUN tenor pendek berubah 8 bps, didorong adanya pergerakan harga yang mencapai 10 bps. Untuk tenor menengah, yield bergerak naik 7 bps setelah harga turun antara 20-25 bps.

Adapun imbal hasil untuk tenor panjang bergerak bervariasi dengan besaran perubahan sebesar 3 bps.

Untuk SUN seri acuan, terjadi kenaikan imbal hasil dengan perubahan terbesar terjadi di seri acuan tenor 5 tahun, yakni sebesar 7 bps ke level 7,798%. Diikuti oleh seri acuan bertenor 20 tahun sebesar 4 bps ke level 8,384%.

Selanjutnya, yield seri acuan bertenor 10 tahun naik 1,5 bps ke level 7,956% dan untuk tenor 15 tahun meningkat kurang dari 1 bps ke level 8,174%.

Dalam sepekan terakhir, tingkat imbal hasil SUN bertenor 10 tahun bergerak dengan kecenderungan naik di tengah gejolak pasar saham global yang berdampak terhadap meningkatnya persepsi risiko instrumen obligasi negara-negara berkembang.

Pada perdagangan Jumat (28/12/2018), pergerakan imbal hasil yang cenderung naik terjadi di tengah minimnya volume perdagangan terkait dengan antisipasi libur panjang oleh pelaku pasar. Selain itu, ada pula faktor lelang SUN perdana tahun ini, yang akan digelar pada Kamis (3/1).

Seiring dengan tren kenaikan yield SUN pada 2018, di mana rata-rata imbal hasilnya naik 160 bps, maka kinerja SUN sepanjang tahun  lalu tercatat turun 1,6%. Hal ini tercermin dari penurunan INDOBeXG-Total Return dari level 240,197 ke level 236,349.

Adapun pasar surat utang korporasi masih mencatatkan kinerja positif, yakni sebesar 3,8%, yang tercermin pada kenaikan INDOBeXC-Total Return dari level 253,055 ke level 262,674.

Di saat yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja negatif setelah turun 2,54% dan ditutup di level 6.194,50.

Untuk SUN berdenominasi dolar AS, pergerakan harganya relatif terbatas dengan kecenderungan naik pada akhir pekan kemarin. Hal ini sejalan dengan penurunan imbal hasil US Treasury.

Perubahan tingkat imbal hasil yang terjadi rata-rata di bawah 1 bps, sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap tingkat imbal hasilnya. Yield INDO23 ditutup di level 4,135% setelah mengalami kenaikan imbal hasil kurang dari 1 bps.

Adapun yield INDO28 dan INDO43 masing-masing turun kurang dari 1 bps serta ditutup di level 4,508% dan 5,158%.

Tetapi, pada 2018, yield SUN berdenominasi dolar AS dengan tenor 10 tahun mencatatkan kenaikan sebesar 100 bps, seiring dengan naiknya imbal hasil US Treasury.

Volume perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) yang dilaporkan pada perdagangan di akhir pekan kemarin senilai Rp4,98 triliun dari 42 seri yang diperdagangkan, dengan volume perdagangan seri acuan yang dilaporkan sebesar Rp417,66 miliar.

Obligasi Negara seri FR0065 menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp262,59 miliar dari 8 kali transaksi. Diikuti Obligasi Negara seri FR0068 senilai Rp259,22 miliar dari 10 kali transaksi.

Volume perdagangan terbesar Sukuk Negara tercatat terjadi pada Project Based Sukuk seri PBS017, yakni Rp608,09 miliar dari15 kali transaksi. Diikuti Surat Perbendaharaan Negara seri SPNS08052019 senilai Rp300 miliar dari 1 kali transaksi.

Sepanjang 2018, Obligasi Negara seri FR0064 menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp477,53 triliun. Adapun seri yang paling sering ditransaksikan adalah Obligasi Negara seri FR0075, yakni sebanyak 36.178 kali transaksi.

Dari perdagangan surat utang korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan senilai Rp490,34 miliar dari 28 seri yang diperdagangkan.

Obligasi Subordinasi Berkelanjutan II Bank PANIN Tahap II Tahun 2017 (PNBN02SBCN2) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp61 miliar dari 8 kali transaksi. Diikuti Obligasi Berkelanjutan IV Adira Finance Tahap III Tahun 2018 Seri E (ADMF04ECN3), yakni Rp50 miliar dari 1 kali transaksi.

Sementara itu, Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Bank Maybank Indonesia Tahap II Tahun 2016 (SMBNII01CN2) menjadi sukuk korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp17 miliar dari 2 kali transaksi. Diikuti Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Indosat Tahap IV Tahun 2016 Seri B (SIISAT01BCN4), yakni Rp14 miliar dari 2 kali transaksi.

Sepanjang tahun lalu, Obligasi Berkelanjutan III FIF Tahap III Tahun 2018 Seri A (FIFA03ACN3) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp3,857 triliun. Adapun surat utang korporasi yang paling sering ditransaksikan adalah Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap II Tahun 2018 Seri B (WSKT03BCN2), yaitu sebanyak 651 kali transaksi.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup menguat 178 pts atau 1,22% ke level Rp14.390 per dolar AS pada perdagangan Senin (31/12). Rupiah memimpin penguatan mata uang regional menjelang tutup tahun 2018, diikuti oleh baht Thailand (THB) sebesar 0,46% dan ringgit Malaysia (MYR) sebesar 0,39%.

Meski demikian, rupiah mengalami depresiasi 6,36% pada 2018. Hal itu terjadi di tengah tren penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia seiring dengan normalisasi kebijakan bank sentral AS, yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 bps sepanjang tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper