Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurs Dolar AS Menutup 2018 di Posisi Terkuat Sejak 2015

Dolar Amerika Serikat anjlok di hadapan mata uang utama setelah kemunculan optimisme pada perkembangan hubungan perdagangan antara AS dan China. Namun, greenback masih dalam jalurnya untuk mencatatkan kinerja tahunan terkuat dalam 3 tahun terakhir.
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat anjlok di hadapan mata uang utama setelah kemunculan optimisme pada perkembangan hubungan perdagangan antara AS dan China. Namun, greenback masih dalam jalurnya untuk mencatatkan kinerja tahunan terkuat dalam 3 tahun terakhir.

Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sejumlah mata uang utama, tercatat turun 0,25% pada perdagangan Selasa (1/1) menjadi 95,92 poin.

Kepala strategi forex di Scotiabank Toronto Shaun Osborne mengatakan bahwa dolar AS mengakhiri tahun dengan pelemahan bersama dengan pasar saham global yang sepi lantaran beberapa sudah menutup perdagangan sebelum akhir tahun. Selain itu, ada komentar positif dari Presiden AS Donald Trump terkait perang dagang antara AS dan China.

Ekuitas di seluruh dunia pada penutupan 2018 melambung, dinilai sejumlah investor sebagai petunjuk perkembangan hubungan dagang antara AS dan China yang sepanjang 2018 telah membawa kerugiaan hampir di seluruh pasar global.

Sentimen risiko sedikit mereda ketika Trump mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan diskusi yang cukup baik dengan Presiden China Xi Jinping pada Sabtu (29/12) untuk membicarakan perdagangan dan mengklaim adanya “perkembangan besar”.

Kedua negara telah terlibat dalam perang dagang sepanjang 2018, menggemparkan pasar finansial dunia karena aksi saling balas tarif yang mengganggu alur perdagangan barang konsumsi bernilai miliaran dolar AS dari kedua negara.

Pelemahan dolar AS itu juga kemudian memberikan keuntungan pada nilai tukar rupiah yang mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Senin (31/12).

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa meredanya tensi perang dagang dan kondisi politik di AS setelah adanya government shutdown masih memengaruhi kondisi psikologis pelaku pasar.

“Selain itu, sentimen lain datang dari harga minyak mentah dunia yang masih berada di bawah level US$50 per barel,” ungkapnya, dikutip dalam riset, Selasa (1/1/2019).

Pada penutupan perdagangan Senin (31/12) menjelang libur tahun baru, rupiah menguat tajam 178 poin atau 1,23% di level Rp14.390 per dolar AS. Sepanjang 2018 berjalan, mata uang Garuda mencatatkan pelemahan 6,48% di hadapan dolar AS.

Martin Singgih, analis SeputarForex memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak dikisaran Rp14.400 – Rp14.650 selama sepekan ke depan. Pergerakan rupiah selanjutnya akan menantikan perilisan data nonfarm payroll (NFP) AS Desember, dan data PMI, serta CPI Indonesia pada 2 Januari.

Dengan dolar AS yang menutup tahun di posisi yang relatif kuat, nilainya yang dianggap mahal, pasar ekuitas yang lesu, dan kemungkinan kenaikan suku bunga dari Federal Reserve AS sepanjang tahun ini masih akan menjadi faktor penekan laju penguatan dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper