Bisnis.com, JAKARTA - Pada hari ini, Selasa (25/2/2014) telah dilakukan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara seri SPN-S 12082014 (reopening), seri PBS003 (reopening), PBS005 (reopening), dan PBS006 (reopening) melalui sistem pelelangan Bank Indonesia.
Purwiyanto, Plh. Dirjen Pengelolaan Utang, mengatakan menyatakan sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara maka hasil lelang ditetapkan sebagai berikut.
- Seri SPN-S 12082014 (reopening)
- Yield rata-rata tertimbang : 6,16786%
- Tingkat Imbalan/ kupon : -
- Tanggal Jatuh tempo : 12 Agustus 2014
- Tanggal setelmen : 27 Februari 2014
- Jumlah yang dimenangkan: Rp1.000,00 miliar
- Alokasi pemenang kompetitif : Rp700,00 miliar
- Alokasi pemenang nonkompetitif : Rp300,00 miliar
- Bid to cover ratio : 4,72
- Seri PBS003 (reopening)
- Sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009, Pemerintah menetapkan bahwa tidak ada penawaran pembelian yang dimenangkan. Keputusan ini mengingat penawaran imbal hasil (yield) yang dikehendaki investor tidak sesuai dengan harga acuan yang dianggap wajar oleh Pemerintah.
- Seri PBS005 (reopening)
- Sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009, Pemerintah menetapkan bahwa tidak ada penawaran pembelian yang dimenangkan. Keputusan ini mengingat penawaran imbal hasil (yield) yang dikehendaki investor tidak sesuai dengan harga acuan yang dianggap wajar oleh Pemerintah.
- Seri PBS006 (reopening)
- Sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009, Pemerintah menetapkan bahwa tidak ada penawaran pembelian yang dimenangkan. Keputusan ini mengingat penawaran imbal hasil (yield) yang dikehendaki investor tidak sesuai dengan harga acuan yang dianggap wajar oleh Pemerintah.