Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Populasi! Penduduk Jepang Merosot 5,47 Juta, Terendah Dalam Satu Dekade

Populasi penduduk Jepang terus merosot seiring dengan tingginya angka kematian dibangingkan dengan kelahiran.
Warga Jepang melintasi zebra cross di kawasan Shibuya, Tokyo. Populasi penduduk Jepang terus merosot dari tahun ketahun karena angka kematian lebih tinggi dari kelahiran./Bloomberg
Warga Jepang melintasi zebra cross di kawasan Shibuya, Tokyo. Populasi penduduk Jepang terus merosot dari tahun ketahun karena angka kematian lebih tinggi dari kelahiran./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Krisis populasi di Jepang bukan isapan jempol, dalam satu dekade terakhir penduduk negeri matahari terbut itu berkurang sebesar 5,47 juta jiwa. Pilihan untuk hidup sendiri menjadi pemicu populasi di Jepang merosot.

Berdasarkan data Worldometer, estimasi jumlah penduduk di Jepang per 12 Maret 2024 mencapai 122,83 juta. Dalam sepuluh tahun terakhir populasi warga Jepang terus melorot hingga terbesar tahun lalu yang mencapai 663.081 jiwa.

Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada 2010 yang mencapai 128,11 juta, terjadi penurunan sebesar 5,47 juta jiwa dalam 13 tahun terakhir. Perlu diketahui jumlah penduduk Jepang tertinggi sepanjang sejarah pada 2010.

Usia harapan hidup penduduk Jepang merupakan tertinggi, mencapai 89 tahun. Saat ini usia rata-rata penduduk negeri Sakura itu mencapai 49,1 tahun.

Berdasarkan data terbaru yang dikutip dari CNN,  pada 2023 jumlah kelahiran baru turun selama 8 tahun berturut-turut, mencapai rekor terendah. Penurunan mencapai 5,1% dari tahun sebelumnya, menurut data awal yang dirilis pemerintah minggu ini.

Krisis demografi telah menjadi salah satu permasalahan paling mendesak di Jepang. Hal serupa dialami oleh banyak negara, yang gagal membalikkan dampak buruk dari penurunan tingkat kesuburan dan pembengkakan populasi lansia.

Lebih banyak orang meninggal dibandingkan dengan dilahirkan pada setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk menurun dengan cepat – yang mempunyai dampak luas terhadap angkatan kerja, perekonomian, sistem kesejahteraan dan tatanan sosial di Jepang.

Jepang bukanlah satu-satunya negara yang mengalami masalah ini. Negara tetangganya di Asia Timur, termasuk China, Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan juga menghadapi masalah serupa, begitu pula beberapa negara Eropa, seperti Spanyol dan Italia.

Sehari setelah Jepang merilis data awal pada pekan lalu, Korea Selatan merilis angka yang menunjukkan tingkat kesuburan negara tersebut – yang terendah di dunia – turun lagi pada 2023.

Berbeda dengan banyak negara maju yang tingkat kesuburannya rendah, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Asia Timur lainnya, mereka enggan mengandalkan imigrasi untuk meningkatkan populasi mereka.

Krisis Populasi yang Unik

Namun, krisis yang terjadi di Jepang tergolong unik karena sudah terjadi selama beberapa dekade. Dampaknya sangat nyata pada saat ini, dan pemulihan populasi kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Menurut James Raymo, profesor sosiologi dan demografi di Universitas Princeton, hal pertama yang harus dipahami tentang krisis populasi di Jepang bahwa krisis tersebut hanya sebagian disebabkan oleh perilaku,.

“Masalah yang lebih besar berkaitan dengan sejarah Jepang dan bagaimana hal tersebut membentuk struktur populasinya,” katanya.

Supaya populasi tetap stabil, ungkapnya, diperlukan tingkat kesuburan sebesar 2,1, rasio dari jumlah total kelahiran yang dimiliki seorang wanita sepanjang hidupnya. “Di Jepang ukuran kesuburan berada di bawah 2,1 selama 50 tahun,” kata Raymo.

Nilai tersebut terus turun di bawah ‘level aman’ setelah krisis minyak global pada 1973 yang mendorong perekonomian ke dalam resesi, dan tidak pernah kembali naik.

Pada tahun lalu, tingkat kesuburan Jepang berada pada angka 1,3. Angka ini relatif datar selama beberapa waktu, yang berarti rata-rata wanita Jepang saat ini memiliki jumlah anak yang kira-kira sama dengan 5-10 tahun yang lalu.

Masalah sebenarnya adalah tingkat kesuburan yang selalu rendah selama ini. Suatu negara dapat pulih jika angka tersebut turun selama beberapa tahun – tetapi jika angka tersebut tetap di bawah 2,1 selama beberapa dekade, maka akan terdapat populasi penduduk muda yang jauh lebih sedikit dibandingkan penduduk lanjut usia.

 Bahkan, pada 2050 populasi penduduk Jepang diperkirakan menyentuh 105 juta, angka yang sama pada 1970 saat warga negeri Sakura naik ke level 100 juta-an.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hendri T. Asworo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper