Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Migrant Care Kritik Pemungutan Suara di Hong Kong, Ini Pemicunya

Migrant Care mengungkap masalah signifikan berkaitan pemungutan suara via pos pada Pemilu  2024 di Hong Kong.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Migrant Care mengungkap masalah signifikan terkait mekanisme pemungutan suara via pos pada Pemilu  2024 di Hong Kong.

Menurut Migrant Care, model ini membuat lebih dari 50% pekerja migran di sana tidak bisa menggunakan haknya.

Peneliti Migrant Care Trisna Dwi Yuni menjelaskan bahwa kasus yang membuat banyak suara para pekerja migran di Hong Kong hilang, utamanya ketidakjelasan informasi terkait perubahan metode memilih dari TPS ke metode pos.

"Pekerja migran tidak mendapat informasi perubahan metode, surat suara pun tidak sampai. Padahal, beberapa pekerja migran alamatnya tetap dan tidak pernah pindah majikan. Jadi ketika mereka datang ke TPS di KJRI Hong Kong, mereka tidak bisa menggunakan haknya," jelasnya dalam diskusi virtual bersama Jaga Pemilu, Sabtu (24/2/2024).

Berdasarkan analisis Migrant Care, hal ini membuat jumlah pengguna hak pilih menjadi hanya 41,1% atau 67.693 orang dari total Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) di Hong Kong yang mencapai 164.691 orang.Secara terperinci, suara dari DPTLN via TPS hanya 753 dari 2.390 suara alias 31%.

Sementara itu, DPTLN via pos hanya 66.572 suara dari total 162.301 suara atau 41,01%.Migrant Care pun mencatat sebanyak 21.062 surat suara via pos atau setara 12,97% berstatus dikembalikan ke pengirim.

Kemudian, sebanyak 58.797 surat suara atau 36,2% berstatus tidak dikembalikan. Artinya, 49,07% surat suara via pos hanya terbuang sia-sia.

Selain itu, Trisna menekankan bahwa pemungutan suara via pos di Hong Kong bermasalah bukan hanya karena kurang informasi, tapi keberadaan surat suara pun tidak bisa dilacak oleh para pekerja migran. 

Alhasil, terdapat kasus beberapa pekerja migran yang gigit jari karena kembali ditolak ketika datang ke KJRI Hong Kong untuk kedua kalinya, dengan alasan surat suaranya masih berstatus belum dikembalikan ke pengirim. 

"Kami mendorong KPU mengaudit logistik metode pos yang banyak menghilangkan surat suara dan membuang banyak biaya. Apalagi, metode pos sering jadi alat perdagangan surat suara karena pengiriman metode pos tidak bisa ditelusuri," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper