Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mahfud MD: Secara Akademis Anwar Usman Harus Dicopot Sebagai Hakim MK

Mahfud MD menyatakan setuju secara akademis dengan pendapat berbeda (dissenting opinion) anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan Saragih.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memberikan keterangan pers terkait RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Jakarta, Jumat (14/4/2023). Mahfud menjelaskan bahwa pemerintah telah menyelesaikan naskah substantif draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dan akan segera dikirimkan ke DPR. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memberikan keterangan pers terkait RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Jakarta, Jumat (14/4/2023). Mahfud menjelaskan bahwa pemerintah telah menyelesaikan naskah substantif draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dan akan segera dikirimkan ke DPR. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD setuju dengan pendapat berbeda (dissenting opinion) anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan Saragih. Dia mengatakan secara akademis Anwar Usman seharusnya dicopot sebagai Hakim MK. 

Seperti diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi berat pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK atas putusan perkara No.90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Pada putusan tersebut, hanya Bintan Saragih yang memiliki pendapat berbeda dengan dua anggota majelis lainnya yakni Jimly Ashiddiqie dan Wahiduddin Adams. 

Menurut Mahfud, Anwar seharusnya dicopot dari Hakim MK lantaran putusan MKMK menyatakan bahwa dirinya melakukan pelanggaran berat, sebagaimana dissenting opinion dari Bintan Saragih. 

"Secara akademis saya setuju dengan Pak Bintan Saragih, seharusnya copot saja wong sudah pelanggaran berat, tetapi kalau dicopot benar dia bisa naik banding, bisa minta MKMK lain yang baru untuk menilai kembali," katanya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Oleh karena itu, Mahfud menilai putusan yang dijatuhkan oleh MKMK khususnya kepada Anwar Usman sejatinya sudah tepat. Menurut pria yang juga pernah menjadi Ketua MK itu, apabila Anwar yang sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran berat dicopot dengan tidak hormat dari jabatan hakim, dia boleh mengusulkan pembentukan MKMK baru untuk mengajukan banding. 

"Dan itu berisiko, bisa dibatalkan keputusan MKMK [Jimly Ashiddiqie cs] itu," ujarnya. 

Di sisi lain, Mahfud menilai keputusan untuk mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK dan melarangnya untuk menyidangkan perkara hasil Pemilu sudah tepat. Putusan tersebut pun sudah final dan mengikat sejak kemarin malam. 

"Saya setuju itu. Kalau [menurut] saya itu lebih tepat hukumannya daripada berspekulasi nanti dia mengusulkan pembentukan MKMK baru dan tidak jelas nanti siapa MKMK-nya, itu sudah benar secara praktis politis," ujarnya. 

Mahfud pun memahami adanya kekecewaan publik terhadap putusan MKMK yang tidak mencopot Anwar dari jabatan hakim. 

Sebelumnya, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya lantaran dinyatakan melanggar etik dan perilaku dalam memutus perkara batas usia capres-cawapres. 

Dalam amar putusan No.2/MKMK/L/10/2023 itu, MKMK menyebut Anwar terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

Dalam salah satu kesimpulannya, MKMK menyebut Anwar Usman terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3.

Selain itu, dia terbukti melanggar prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, serta prinsip independensi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper