Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alexander Marwata Dilaporkan ke Dewas KPK Buntut Penetapan Tersangka Kabasarnas

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) resmi melaporkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ke Dewan Pengawas terkait proses hukum kasus dugaan suap Basarnas.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri pada konferensi pers penahanan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan terkait dengan kasus suap di Basarnas, Gedung Merah Putih KPK, Senin (31/7/2023). JIBI/Bisnis-Dany Saputra.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri pada konferensi pers penahanan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan terkait dengan kasus suap di Basarnas, Gedung Merah Putih KPK, Senin (31/7/2023). JIBI/Bisnis-Dany Saputra.

Bisnis.om, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) resmi melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata ke Dewan Pengawas terkait dengan penanganan proses hukum kasus dugaan suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). 

MAKI menduga Alexander, akrab disapa Alex, melanggar kode etik lantaran menetapkan dua perwira TNI sebagai tersangka tanpa adanya surat perintah penyidikan (sprindik). 

"Melaporkan Sdr. Alexander Marwata selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] dengan dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK nomor 01 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi," demikian dikutip Bisnis dari keterangan resmi Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Rabu (2/8/2023).

Boyamin lalu memaparkan pokok-pokok dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Alex sesuai dengan Peraturan Dewan Pengawas (Dewas) KPK No.1/2020. Pertama, Alex diduga melanggar kode etik yakni bekerja sesuai prosedur operasional standar atau SOP. 

Kedua, insan KPK dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat memengaruhi, menghambat, atau mengganggu penanganan perkara oleh lembaga antirasuah.

Pelaporan terhadap Alex itu didasarkan kepada sejumlah fakta. Pertama, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (25/7/2023), dan di dalamnya terjaring oknum pejabat Basarnas. 

Kedua, Alex mengumumkan nama Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi selaku Kepala Basarnas dan Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas, selaku dua dari total lima tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. 

Seperti diketahui, penetapan tersangka itu, sekaligus OTT terhadap Letkol Afri, ditentang oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI yang berpendapat bahwa KPK tidak memiliki kewenangan melakukan hal tersebut kepada personel militer.

Ketiga, Alex pun mengakui bahwa penetapan Marsdya Henri dan Letkol Afri pada konferensi pers, Rabu (26/7/2023), tidak disertai dengan sprindik untuk keduanya.

Mengenai hal tersebut, Boyamin menyebut bahwa sprindik sebagai dasar penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU)  dan tersangka dalam jangka waktu maksimal tujuh hari sejak terbitnya sprindik. 

"Hal ini menimbulkan konsekuensi hukum penetapan tersangka oleh KPK sebagaimana dinyatakan oleh Terlapor [Alexander Marwata] terhadap Henri Alfiandi [Kepala Basarnas] adalah tidak sah karena tidak didasari adanya sprindik," ucap Boyamin.

Keempat, MAKI menilai pimpinan KPK seharusnya melakukan koordinasi dengan Puspom TNI untuk membentuk tim penyidik koneksitas sebelum menetapkan dan mengumumkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka. 

"Dengan belum terbentuknya tim penyidik koneksitas namun Alexander Marwata melakukan pengumuman penetapan tersangka adalah diduga melanggar wewenang selaku pimpinan KPK," lanjut Boyamin.

Kelima, dugaan pelanggaran etik Alex yang dilaporkan juga ikut ditanggung oleh empat pimpinan KPK lainnya berdasarkan azas kolektif kolegial.

Boyamin menduga pimpinan KPK seharusnya dan semestinya telah menyetujui materi jumpa pers, Rabu (26/7/2023), di mana dua perwira TNI aktif diumumkan sebagai tersangka. 

Dewas KPK lalu didorong untuk melakukan audit kinerja kegiatan OTT terhadap Letkol Afri melalui sarana persidangan etik yang didahului dengan pemeriksaan pendahuluan, sebagaimana hukum acara yang berlaku di Dewas KPK.

"Bahwa pelaporan dugaan pelanggaran etik ini dalam rangka membantu Dewas KPK untuk memberikan sanksi apabila terbukti adanya pelanggaran kode etik dan juga sebaliknya rehabilitasi nama baik jika pelaksanaan OTT telah sesuai prosedur," tutur Boyamin.

Dia juga mengatakan bahwa pelaporan dugaan pelanggaran etik ini semata-mata untuk memastikan dan mengawal proses hukum Marsdya Henri dan Letkol Afri, yang kini sudah ditetapkan tersangka oleh Puspom TNI.

Tujuannya, agar kedua tersangka bisa diadili pada lembaga peradilan yang berwenang yaitu pengadilan militer. 

"MAKI tidak ingin terduga pelaku penerima suap akan dapat putusan bebas hanya gara gara kesalahan prosedur karena KPK memaksakan Tersangka dari militer dibawa ke Pengadilan Umum [Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat] sebagai akibat penyidikan dilakukan secara mandiri oleh KPK," jelasnya.

KLARIFIKASI ALEX

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah menjelaskan alasan di balik penetapan lima orang tersangka kasus suap di Basarnas, kendati hanya menerbitkan tiga surat perintah penyidikan (sprindik). 

Alex mengakui bahwa sedari awal hanya menerbitkan sprindik untuk tiga tersangka saja, yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, serta Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Sementara itu, sprindik untuk dua tersangka lainnya dari kalangan militer yakni Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto tidak diterbitkan. 

Menurut Alex, pengumuman Marsdya Henri dan Letkol Afri dilakukan lantaran sudah memiliki kecukupan alat bukti pada kelima tersangka.

Dengan demikian, KPK mengumumkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka karena secara substansi dan materiil cukup dari sisi alat bukti. 

"Jadi alasannya kenapa ditetapkan lima [tersangka]? Karena memang alat bukti sudah cukup untuk menetapkan lima, itu hanya secara administratif. Kita lakukan koordinasi yang pihak TNI biar teman-teman dari Puspom TNI yang melakukan penindakan," ucap Alexander Marwata pada konferensi pers, Senin (31/7/2023).

Koordinasi antara KPK dan TNI, lanjut Alex, dilakukan sejak operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (25/7/2023), yang salah satunya menangkap Letkol Afri. Koordinasi itu dilakukan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi dengan penyidik Puspom TNI. 

Alex juga menyampaikan bahwa Puspom TNI turut dilibatkan dalam gelar perkara (expose), di mana disetujui oleh KPK penetapan lima orang tersangka secara substantif oleh KPK. 

"Makanya kita sampaikan bahwa kita akan menetapkan lima orang tersangka meskipun nantinya secara administratif sprindik untuk anggota TNI akan diterbitkan oleh Puspom TNI," lanjut Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ad hoc itu. 

Pimpinan KPK dua periode itu lalu berharap agar Puspom TNI tak memakan waktu lama sebelum menetapkan kedua perwiranya sebagai tersangka. Kendati harapan tersebut, Alex menegaskan bahwa tak mempermasalahkan siapa yang menangani kasus tersebut sepanjang penindakan kasus dilakukan tegas. 

Benar saja, selang 30 menit usai konferensi pers di KPK yang dipimpin oleh Alex, Puspom TNI menggelar konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta. Pada pukul 19.00 WIB, Komandan Puspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menggelar konferensi pers dan menetapkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka. 

"Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI aktif atas nama HA [Henri Alfinadi] dan ABC [Afri Budi Cahyanto] sebagai tersangka. Terhadap keduanya malam ini juga kami lakukan penahanan," ujar Agung pada konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, dikutip dari siaran YouTube Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Senin (31/7/2023). 

Agung mengatakan penahanan kedua perwira TNI itu akan dilakukan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer di Halim Perdanakusuma, Jakarta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper