Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Panggil Bos OJK dan Airlangga ke Istana, Ini yang Dibahas!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua Dewan Komisioner OJK.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar berserta jajaran anggota dewan komisioner serta asosiasi sektor keuangan di Istana Negara, Senin (16/1/2023). Dok. BPMI Setpres RI.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar berserta jajaran anggota dewan komisioner serta asosiasi sektor keuangan di Istana Negara, Senin (16/1/2023). Dok. BPMI Setpres RI.

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar ke Istana Negara, pada Senin (17/7/2023) sore.

Orang nomor satu di Indonesia itu pun memanggil keduanya untuk membahas mengenai penghapusbukuan kredit macet usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari restrukturisasi Covid-19.

Airlanngga mengatakan bahwa aturan yang nantinya akan menjalankan program pemerintah tersebut telah disiapkan. 

“Pertama tadi kami membahas mengenai restrukturisasi UMKM terkait dengan kredit, termasuk penghapusbukuan atau penghapus tagihan. Nah, berdasarkan perundang-perundangannya sebetulnya undang-undangnya semua siap,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, 

Dia memerinci bahwa aturan yang dimaksud mulai dari Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan. Sehingga, dimaksudkan apabila Bank kesulitan melakukan usaha, maka Bank dapat melakukan penghapusbukuan kredit dan ini berlaku untuk seluruh perbankan. 

Kemudian, dia melanjutkan bahwa terdapat Peraturan Bank Indonesia tentang Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. 

Airlangga pun juga menyinggung bahwa Pemerintah telah menyiapkan ketentuan yang masuk dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), dimana dalam pasal 250-251 disampaikan mengenai pengaturan piutang macet, utamanya UMKM yaitu dapat dilakukan penghapus bukuan dan penghapusan tagihan. 

“Persyaratannya, piutang macet restrukturisasi dulu, kemudian setelah penagihan optimal restrukturisasi tetap tidak tertagih maka bisa dihapus bukukan dan hapus tagih. Ini merupakan kerugian perbankan. Ataupun khusus BUMN bisa dilakukan, kalau ada kerugian itu bukan kerugian keuangan negara tetapi ini kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan,” tutur Airlangga. 

Kemudian, dia melanjutkan berdasarkan data saat ini jumlah debitur yang masuk kolektibilitas II atau dalam perhatian khusus mencapai 912.259 debitur, sedangkan kolektibilitas 5 atau status macet berjumlah 246.324 debitur. 

“Jadi hal yang perlu diselesaikan yaitu dari segi perpajakan terkait UMKM. Aturan PP No. 110 Tahun 2000 [tentang Kedudukan Keuangan Daerah Perwakilan Rakyat Daerah] penghapusan itu tidak lebih dari Rp350 juta. Karena tentu KUR itu sudah Rp500 juta. Jadi kita minta plafon dinaikkan di KUR. Untuk itu perlu kriteria, itu akan dibahas dalam satu dua minggu ke depan, nanti akan diturunkan PP turunan dari PPSK,” tandas Airlangga. 

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan Kepala Negara turut menyinggung terkait dengan restrukturisasi pengusaha makanan minuman maupun untuk UMKM padat karya. 

Mahendra menyebut bahwa seiring dengan pemulihan ekonomi usai pandemi Covid-19, restrukturisasi kredit juga turut menyusut. 

“Progresnya memang bagus bahwa dari minggu ke minggu sudah menurun terus dari kacamata mereka yang memerlukan restrukturisasi menunjukkan bahwa program itu membawa hasil yang baik, bagi penyehatan dari para perusahaan-perusahaan debitu-debutur yang memiliki program itu dengan bank-bank,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (17/7/2023). 

Dia menyebut bahwa, OJK mencatat restrukturisasi kredit perbankan pada April 2023 senilai Rp386 triliun. Nilai ini jauh menyusut dibandingkan dengan puncak restrukturisasi yang hampir menyentuh Rp1.000 triliun. 

Pada akhir Desember 2020, program restrukturisasi kredit perbankan tercatat senilai Rp971 triliun yang diberikan kepada 7,6 juta debitur atau sekitar 18 persen dari total kredit perbankan. Sebagaimana diketahui, program restrukturisasi kredit Covid-19 diluncurkan pada 16 Maret 2020. 

“Ya, pada saat tertentu hampir Rp900 triliun, sekarang besarannya di sekitar Rp350 triliun,” pungkas Mahendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper