Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gempa Cianjur dan Urgensi Penerapan Pendidikan yang Resiliensi

CIPS menyebut posisi Indonesia yang rentan terhadap bencana alam membuat opsi pembelajaran campuran luring-daring (hybrid learning) patut dipertimbangkan.
Gempa Cianjur dan Urgensi Penerapan Pendidikan yang Resiliensi. Ilustrasi Pembelajaran Tatap Muka. Bisnis/Arief Hermawan P
Gempa Cianjur dan Urgensi Penerapan Pendidikan yang Resiliensi. Ilustrasi Pembelajaran Tatap Muka. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) meyakini gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat, turut mengangkat urgensi pendidikan yang resiliensi di Indonesia.

Head of Education Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira menilai sistem pendidikan yang resiliensi sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah. 

"Posisi Indonesia yang rentan terhadap bencana alam membuat opsi pembelajaran campuran luring-daring [hybrid learning] perlu dipertimbangkan. Sayangnya, pelaksanaan pembelajaran ini sulit dilakukan di semua daerah secara merata akibat kendala tidak meratanya infrastruktur, seperti listrik, jaringan telepon dan internet yang memperlebar jurang kesenjangan pendidikan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/11/2022).

Latasha menjelaskan, skema pembelajaran tatap muka-daring juga dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk mempersiapkan sistem pendidikan Indonesia yang lebih resiliensi dan tahan bencana. Bahkan, dia optimistis skema ini juga dapat mengakomodir keragaman situasi dan kondisi lanskap pendidikan di Tanah Air.

“Sistem pendidikan nasional perlu dirancang untuk lebih resiliensi terhadap ancaman bencana dan pandemi menunjukkan urgensi untuk mempersiapkan hal tersebut. Untuk itu pelaksanaan hybrid learning bisa jadi opsi untuk pemerintah belajar dari berbagai evaluasi pembelajaran jarak jauh yang sudah dilakukan,” imbuhnya.

Dia menambahkan, hybrid learning diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pendidikan secara keseluruhan bagi siswa, guru, dan bahkan orang tua. Namun, integrasinya ke dalam sistem pendidikan nasional masih perlu diperhatikan bersama-sama.

Pemerintah perlu dipacu untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas internet di Indonesia melalui kerjasama dengan pihak swasta. Konektivitas internet merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan agenda transformasi digital dan pendidikan yang resiliensi di Indonesia secara simultan.

Latasha menambahkan, pemerintah perlu memastikan anak-anak yang menjadi korban gempa tetap dapat mengakses pendidikan sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Langkah-langkah penyesuaian, seperti mendata dan mengidentifikasi siswa dan guru yang terdampak serta mengidentifikasi jenis bantuan yang paling diperlukan, merupakan langkah awal yang dapat dilakukan.

Namun, selama hal-hal yang menjadi kendala dalam implementasi Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ yang dihadapi para siswa, guru dan orang tua dalam PJJ selama pandemi tidak dimitigasi, maka menjamin akses siswa yang terdampak bencana kepada pendidikan akan sulit dilakukan.

Selain itu, dia juga menyebut bahwa revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sebetulnya sudah mengakui dan menjamin akses pendidikan kepada para siswa yang terdampak bencana, termasuk di dalamnya penyesuaian terhadap target pembelajaran, evaluasi, implementasi kurikulum dan tanggung jawab guru.

Bagaimanapun juga, sambungnya, mempertimbangkan kerentanan Indonesia terhadap bencana alam dan kemungkinan diberlakukannya kembali PJJ, pendidikan resiliensi perlu menjadi prioritas pemerintah.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menilai edukasi kebencanaan sejak dini perlu diterapkan di Tanah Air, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki kerawanan tinggi dalam kebencanaan. Menurutnya, salah satu penanggulangan bencana alam yang bisa diadopsi adalah melalui edukasi yakni terkait pendidikan, pengetahuan, dan sosialisasi tentang daerah rawan bencana, jenis hingga cara memitigasi bencana.

“Masyarakat saya rasa perlu supaya mendapat edukasi [kebencanaan], khususnya untuk daerah gempa, seperti diberikan early warning system [sistem peringatan dini], ini perlu,” ujarnya kepada wartawan, di Hotel Golden Tulip Pontianak Kalimantan Barat, Rabu (23/11/2022).

Sementara itu, Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB) Jamjam Muzaki menyebut Kemendikbudristek memiliki program SPAB yang telah diterapkan lebih dari 30.000 satuan pendidikan di Indonesia. Program ini secara umum berfokus pada upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan.

Namun, hingga saat ini kementeriannya belum memiliki rencana memasukkan edukasi kebencanaan sebagai mata pelajaran dalam kurikulum yang ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper