Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Respons MA dan KPK Soal Kontroversi Korting Vonis Edhy Prabowo

MA dan KPK akhirnya berkomentar seputar simpang siur pemberian keringanan hukuman terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan keluar usai menjalani sidang vonis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/7/2021). Majelis hakim memvonis Edhy Prabowo dengan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan./Antara
Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan keluar usai menjalani sidang vonis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/7/2021). Majelis hakim memvonis Edhy Prabowo dengan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menyunat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di tingkat kasasi. Vonis tersebut ditegaskan hanya memperbaiki.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan bahwa Majelis Hakim tingkat kasasi sebetulnya sudah menolak permohonan Edhy.

“Namum Majelis Hakim melihat di PN Tipikor tingkat pertama dan banding sebagaimana di dalam putusannya bahwa ada kekurangan yang di dalam putusan, yaitu kurang mempertimbangkan ada hal yang meringankan terdakwa,” katanya pada konferensi pers, Kamis (10/3/2022).

Andi menjelaskan bahwa Majelis Hakim Kasasi melihat fakta Edhy sebagai menteri telah bekerja dan memberi harapan yang besar kepada masyarakat, khususnya nelayan.

Edhy, tambah Andi, mencabut peraturan Menteri KKP sebelumnya yang tujuannya memberikan semangat untuk manfaatkan benih lobster. Hal itulah yang dianggap sebagai keadaan yang meringankan.

“Sehingga Hakim Kasasi menjatuhkan putusan dalam perkara ini, jadi menolak kasasi terdakwa dengan memperbaiki tingkat banding dalam hal mengenai pidana pokok dan lamanya pidana tambahan untuk dipilih dalam jabatan publik,” jelasnya.

Di sidang kasasi, MA menjatuhkan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp400 juta. Apabila tidak dibayar, diganti kurungan 6 bulan.

“Lalu pidana tambahan hak dipiih dalam jabatan publik 2 tahun terhitung setelah menjalani pidana pokok. Itu yang diperbaiki. Amar lainnya tetap berlaku,” terang Andi.

Vonis MA

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo  menjadi 5 tahun penjara di tingkat kasasi.

Putusan kasasi yang dibacakan pada Senin (7/3/2022) itu lebih rendah dibandingkan vonis di tingkat banding. Pasalnya di tingkat banding, politikus Gerindra tersebut divonis 9 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp400 juta,” demikian bunyi putusan yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (9/3/2022). 

Selain hukuman kurungan, MA juga memangkas pencabutan hak politik Edhy Prabowo dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Hukuman itu dihitung seusai Edhy menjalani masa kurungan. 

Dalam pertimbangannya, hakim berasalan bahwa pemangkasan hukuman Edhy Prabowo dilakukan karena hakim di tingkat banding tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo.

Edhy, menurut hakim, dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia memberikan harapan bagi nelayan untuk memanfaatkan benih lobster sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya nelayan.

"Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan memberikan harapan kepada nelayan," tulis putusan tersebut.

Respons KPK

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa lembaganya menghormati setiap putusan peradilan. Ini tak terkecuali untuk putusan Edhy Prabowo.

“Saat ini kami belum menerima pemberitahuan resmi putusan dimaksud. Segera setelah kami terima akan kami pelajari putusan lengkapnya tersebut, katanya kepada wartawan, Kamis (10/3/2022).

Ali menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi butuh komitmen kuat seluruh elemen masyarakat. Ini termasuk bagi para penegak hukum itu sendiri.

Korupsi sebagai musuh bersama dan kejahatan luar biasa, tambah Ali, maka cara-cara pemberantasannya dilakukan dengan ekstra.

“Satu di antaranya tentu bisa melalui putusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang,” jelasnya.

Ali menuturkan bahwa karena pemberian efek jera merupakan salah satu esensi penegakkan hukum tindak pidana korupsi.

Hal tersebut bisa berupa besarnya putusan pidana pokok atau badan serta pidana tambahan, seperti uang pengganti ataupun pencabutan hak politik.

“Oleh karenanya, putusan Majelis Hakim seyogyanya juga mempertimbangkan hakikat pemberantasan korupsi sebagai extra ordinary crime,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper