Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hubungan Jepang-Korea Selatan, Konflik Panas di Laut Timur

Keputusan MA Korea Selatan memenangkan penggugat korban kerja paksa zaman perang dunia II memicu konflik antara Jepang dengan Negeri Gingseng tersebut. Aksi boikot produk Jepang pun muncul di Korsel, kira-kira apa dampaknya kepada dunia ya?
Demo Masyarakat Korea Selatan di Kedutaan Besar Jepang./ Reuters
Demo Masyarakat Korea Selatan di Kedutaan Besar Jepang./ Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Hubungan Jepang dengan Korea Selatan kian memanas setelah Negeri Samurai memastikan kebijakan pengetatan ekspor ke Negeri Pasukan Taeguk tersebut. Gerakan anti produk Jepang pun membahana di Korea Selatan.

Perseteruan antara Korea Selatan (Korsel) dengan Jepang ini akibat permasalahan masa lalu. Masalahnya adalah ketika Mahkamah Agung Korsel memutuskan perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada warga Korsel korban kerja paksa selama Perang Dunia II pada 30 Oktober 2018.

Dikutip dari Japan Times, Tiga perusahaan yang diminta kompensasi itu antara lain, Mitsubishi Heavy Industries Ltd., Nippon Steel Corp., dan Nachi-Fujikoshi Corp.

Aksi Demonstrasi Korea Selatan di Kedutaan besar Jepang
Aksi Demonstrasi Korea Selatan di Kedutaan besar Jepang

Nippon Steel dan Nachi-Fujikoshi telah rela asetnya disita oleh Korsel sebagai kompensasi penggugat atas kerja paksa selama zaman perang. Namun, Mitsubishi Heavy belum juga menyetujui pembicaraan kompensasi hasil putusan MA tersebut hingga tenggat waktunya pada 15 Juli 2019.

Bahkan, penggugat menyebut Mitsubishi Heavy belum menyatakan penyesalannya atas kerja paksa di masa perang. Belum lagi, pemerintah Jepang disebut mencegah perusahaan asal negerinya untuk memberikan kompensasi tersebut.

Kebijakan Pengetatan Ekspor 

Selaras dengan itu, hubungan Jepang-Korsel makin panas setelah Negeri Samurai berencana menghapus Negeri Pasukan Taeguk dari daftar putih ekspornya. Pemerintah Jepang mengumumkan rencana itu pada awal Juli 2019.

Rencana itu pun makin dekat dengan implementasi setelah pemerintah Jepang sepakat melakukan kebijakan itu pada 28 Agustus 2019.

Aksi Demonstrasi Korea Selatan di Kedutaan besar Jepang
Aksi Demonstrasi Korea Selatan di Kedutaan besar Jepang

Sejak Jepang mengumumkan rencana itu, publik Korsel pun melakukan demonstrasi dan aksi boikot produk Jepang. Pihak Korsel merasa kebijakan pengetatan itu sangat politis dan berhubungan dengan keputusan terkait kompensasi kerja paksa pada Oktober 2018.

Dalam catatan Bisnis, Menteri Perdagangan Jepang Hiroshige Seko mengatakan, kebijakan penghapusan Korsel dari daftar putih ekspor bukan langkah balasan akibat keputusan kompensasi korban kerja paksa zaman perang. Kebijakan itu juga tidak ada niat untuk melukai hubungan bilateral kedua negara.

"Kebijakan ini dilakukan untuk mempertahankan keamanan nasional kami. AS [Amerika Serikat] juga sudah tahu rencana ini," ujarnya.

Pemerintah Jepang menyebutkan kebijakan itu dilakukan karena kontrol ekspor ke Korsel sangat lemah. Untuk itu, dilakukan pengetatan kebijakan tersebut.

Jepang menilai kebijakan pengetatan ekspor itu tidak akan memberikan dampak jangka panjang terhadap kinerja Ekspor. Namun, dari sisi Korea Selatan, kebijakan itu bisa memberikan dampak yang besar.

Seperti dikutip Bloomberg pada Jumat (02/08/2019), ekonom di Goldman Sach Group Inc. dan Bank of America Merril Lynch berpendapat dampak negatif dari kebijakan ekspor ketat Jepang hanya jangka pendek.

Langkah Jepang itu diprediksi bisa memberikan dampak kepada lebih dari 900 produk termasuk, bahan bangunan, kimia, dan komponen teknologi. Pasalnya, lebih dari 20 produk industri teknologi Korea Selatan membutuhkan pasokan dari Jepang seperti, besi tua, peralatan medis, plastik, dan beberapa produk kimia.

Hal ini bisa membuat hubungan Jepang dan Korea Selatan makin panas setelah Negeri Gingseng mempertimbangkan untuk akhiri perjanjian pertukaran informasi militer, termasuk informasi terkait penembakan rudal Korea Utara.

Jepang diberikan tenggat waktu hingga 24 Agustus 2019 terkait rencana putus hubungan kerja sama di bidang militer tersebut. Dari hasil pemungutan suara, Shinzo Abe maupun Moon Jae In mendapatkan dukungan dari masyarakatnya masing-masing.

Sayangnya, Jepang kebijakan ini justru bisa merugikan ekonomi Negeri Samurai. Pasalnya, Jepang memiliki hubungan yang erat pada banyak sektor usaha.

Boikot Produk Jepang

Kebijakan Jepang itu menyulut emosi penduduk Korea Selatan. Tagar #BoycottJapan pun mencuat sejak Kamis (4/7/2019).

Melalui tagar #BoycottJapan, masyarakat Korsel menyatakan akan memboikot perjalanan wisata dan produk konsumen asal Jepang.

Beberapa gambar di antaranya menggunakan ikon 'rising sun' sebagai huruf 'O' dalam kata 'NO' untuk menunjukkan ketidaksenangan mereka.

Aksi Demonstrasi Korea Selatan di Kedutaan besar Jepang
Aksi Demonstrasi Korea Selatan di Kedutaan besar Jepang

"NO, Boycott Japan: Don't go, don't buy, [NO, Boikot Jepang: Jangan pergi, jangan beli," dikutip melalui salah satu unggahan gambar, seperti dilansir melalui Bloomberg, Senin (8/7/2019).

Sementara itu, dukungan untuk memboikot produk apapun sejauh ini tampaknya masih terbatas, dorongan itu menyoroti meningkatnya risiko perang ekonomi terbuka antara kedua sekutu AS.

Menurut Badan Pariwisata Jepang, warga Korea Selatan merupakan 13% dari total wisatawan asing yang membelanjakan uangnya di Jepang, atau senilai 584,2 miliar yen pada 2018.

Dalam aksi ini, para pengguna media sosial Korea Selatan juga menyebarkan daftar produk "alternatif Korea" untuk menggantikan barang-barang Jepang. Orang Korea didorong untuk berbelanja di SPAO, 8 Seconds atau Top 10, dan menghindari produk Uniqlo, merk dari Fast Retailing Co.

Mereka juga mendesak orang-orang untuk mempertimbangkan produk kecantikan Missha sebagai ganti produk Shiseido Co., serta mempromosikan bir dari Hite Jinro Co. daripada bir Asahi, merk dagang Jepang yang juga terkenal di Korea Selatan.

Direktur Pusat Studi Perdagangan & Kerjasama Asosiasi Perdagangan Internasional Korea Je Hyunjung, mengatakan untuk saat ini tidak ada larangan yang akan berdampak pada sebagian besar produk konsumen, tapi ketidakpastian itu dapat mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan biaya proses bisnis.

"Ini adalah sesuatu yang harus diselesaikan secara politis agar tidak memiliki dampak merusak pada industri," kata Je.

Sementara itu, sebuah asosiasi payung dari toko-toko Korea Selatan mengumumkan telah mengumumkan partisipasinya dalam boikot tersebut.

Korean Supermarkets Alliance, sebuah organisasi yang mewakili lebih dari 23.000 toko, mengatakan akan menghentikan sementara penjualan produk-produk Jepang, termasuk bir produksi Asahi dan Kirin Holdings Co, serta rokok Mild Seven dari Japan Tobacco Inc.

"Kami akan melawan sikap Jepang terhadap sejarah perang dan tindakan pembalasannya," kata Presiden Asosiasi Lim Wonbae dalam sebuah pernyataan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper