Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korut Kembali Proses Ulang Bahan Radiaktif di Situs Nuklir

Gambar satelit sejak pekan lalu menunjukkan adanya pemrosesan kembali bahan radioaktif menjadi bahan bakar bom di situs nuklir utama Korea Utara, menurut sebuah lembaga think tank AS.
Rudal Korut/REUTERS-KCNA
Rudal Korut/REUTERS-KCNA

Kabar24.com, JAKARTA--Gambar satelit sejak pekan lalu menunjukkan adanya pemrosesan kembali bahan radioaktif menjadi bahan bakar bom di situs nuklir utama Korea Utara, menurut sebuah lembaga think tank AS.

Kegiatan pemrosesan ulang bahan radioaktif itu menunjukkan kegagalan pertemuan puncak kedua antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hanoi pada akhir Februari lalu. Artinya kemajuan menuju denuklirisasi Korea Utara terancam gagal.

Pusat Studi Strategis dan Internasional Washon menyatakan dalam sebuah laporan bahwa citra satelit dari situs nuklir Korea Utara Yongbyon menunjukkan pergerakan lima gerbong kereta khusus di dekat Fasilitas Pengayaan Uranium dan Laboratorium Radiokimia sejak 12 April lalu.

Pergerakan itu disebutkan sebagai bentuk transfer bahan radioaktif.

Di masa lalu, kereta api khusus ini  dikaitkan dengan pergerakan bahan radioaktif atau pemrosesan ulang," menurut laporan itu sebagaimana dikutip Reuters, (17/4).

"Kegiatan saat ini, bersama dengan konfigurasinya, tidak mengesampingkan kemungkinan keterlibatan mereka dalam kegiatan tersebut, baik sebelum atau setelah pemrosesan ulang bahan radioaktif," menurut isi laporan lembaga itu.

Akan tetapi Kementerian Luar Negeri AS menolak mengomentari masalah intelijen. Sebuah sumber yang akrab dengan pemerintah AS menyebutkan bahwa gerakan itu mungkin terkait dengan pemrosesan ulang, akan tetapi belum tentu berupa aktivitas nuklir yang signifikan.

Jenny Town, seorang ahli Korea Utara di think tank Stimson Center, mengatakan bahwa jika proses ulang sedang berlangsung maka hal itu akan menjadi signifikan berdasarkan pembicaraan AS-Korea Utara pada tahun lalu. 

Trump telah bertemu Kim dua kali dalam setahun terakhir untuk mencoba membujuknya untuk meninggalkan program senjata nuklir yang mengancam Amerika Serikat, tetapi kemajuan sejauh ini masih sedikit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper