Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Dorong Pemerintah Desak Arab Saudi Tunda Kebijakan Rekam Biometrik

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong pemerintah untuk mendesak Arab Saudi agar menunda pelaksanaan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan visa umrah dan haji.
Bendera Arab Saudi/Flag Shop
Bendera Arab Saudi/Flag Shop

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong pemerintah untuk mendesak Arab Saudi agar menunda pelaksanaan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan visa umrah dan haji.

Pemerintah dan DPR sependapat bahwa Saudi perlu menunda kebijakan tersebut karena pemberlakuan rekam biometerik sebagai syarat penerbitan visa dinilai membebani jemaah umrah.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Senin (21/1/2019), Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim mengatakan, setidaknya ada dua alasan rekam biometrik akan merepotkan dan membebani jemaah.

Pertama, kondisi geografis Indonesia yang luas sehingga tidak memungkinkan untuk seluruh jemaah melakukan rekam biometrik. Apalagi, kantor operator Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel, perusahaan jasa kelengkapan dokumen termasuk data biometrik, hanya ada di 30 kota-kota besar di Indonesia.

Kedua, jemaah akan dibebankan biaya tambahan atas kebijakan ini.

"Pengambilan biometrik ini ada penambahan cost (biaya). Mendaftar secara online, kemudian mengambil jadwal pengambilan biometrik," kata Arfi di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama (22/1/2019).

"Misalnya jemaah dari Papua harus datang ke Ambon, ke Makassar untuk mengambil biometrik."

Hal senada disampaikan Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Cucu Koswala. Menurutnya, perekaman data untuk jemaah umrah melalui VFS Tasheel harus dievaluasi.

"Kalau kita baca, bahwa data terkait WNI (Warga Negara Indonesia) harus dilindungi oleh pemerintah. Bagaimana mungkin swasta dari luar negeri, kemudian mengambil data warga negara Indonesia kemudian dikirimkan ke negaranya," kata Cucu.

Cucu  menilai data-data yang akan dikirimkan ke Saudi rentan disalahgunakan. Untuk itu, kebijakan biometrik perlu ditunda hingga infrastruktur biometrik di Indonesia memadai.

"Sepakat dengan temen-teman yang lain, ini ditunda, sampai kondusif," ujarnya.

Sementara itu, Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia, melalui akun resmi Twitter mereka, mengumumkan terhitung sejak 24 Oktober 2018, semua pengajuan visa ke negara itu harus menyertakan rekam biometrik. Saudi memang telah memberlakukan rekam biometrik di negara asal sejak 2017. Namun, untuk negara big umrah atau negara-negara pengirim jemaah umrah terbesar, termasuk Indonesia, baru diberlakukan tahun lalu.

Selama ini, rekam biometrik untuk keperluan pembuatan visa umrah dan haji hanya dilakukan begitu para jemaah mendarat di Jeddah, Arab Saudi. Prosesnya pun tidak berlangsung lama karena hanya membutuhkan waktu 5 menit.

Namun, sejak 3 bulan lalu yakni bulan Oktober, proses rekam biometrik itu dipindahkan ke negara-negara asal jemaah haji dan umrah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper