Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos UOB Indonesia Buka-bukaan Soal Dampak Kenaikan BI Rate

Kenaikan suku bunga acuan BI diprediksi akan memberikan dampak terhadap biaya dana atau cost of fund (CoF) perbankan.
Pengunjung memperoleh penjelasan dari tim Wealth Management PT Bank UOB Indonesia mengenai update pasar terbaru dan wawasan investasi yang mendalam./Bisnis/Himawan L Nugraha.
Pengunjung memperoleh penjelasan dari tim Wealth Management PT Bank UOB Indonesia mengenai update pasar terbaru dan wawasan investasi yang mendalam./Bisnis/Himawan L Nugraha.

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan atau BI Rate ke level 6,25%. Kebijakan itu dinilai akan memengaruhi kinerja kredit perbankan.

Keputusan menaikan suku bunga acuan diambil BI dalam agenda Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 23-24 April 2024. BI rate pun kini menyentuh level 6,25%, naik 25 basis point (bps) setelah sebelumnya tertahan di level 6% sejak Oktober 2023.

Presiden Direktur PT Bank UOB Indonesia Hendra Gunawan mengatakan kenaikan suku bunga acuan BI memang akan memberikan dampak terhadap biaya dana atau cost of fund (CoF) perbankan, seiring dengan kenaikan bunga simpanan. Kemudian, bank mesti meningkatkan bunga pinjamannya untuk mengelola biaya dana.

Seiring dengan tingginya biaya pinjaman, kinerja kredit pun dinilai terpengaruh. "Namun, selama ini dalam prosedur bunganya, yang paling penting itu permintaan [kredit]," ujarnya, Selasa (30/4/2024).

Menurutnya, saat ini dari sisi bisnis memang pertumbuhan permintaan tidak sebaik yang diperkirakan. "Akan tetapi kondisinya juga tidak jelek-jelek amat. Ini karena ekonomi cukup resilient," tutur Hendra. 

Permintaan domestik menurutnya cukup baik dan membantu segmen korporasi di Indonesia. "Jadi, selama permintaan tidak drop, biaya operasional bahan baku relatif stabil, biaya pendanaan juga bisa dikelola dengan kecil," ungkap Hendra.

Menurutnya, berbeda kasus dengan kondisi krisis 1997, 2008, bahkan Covid-19, di mana permintaan domestik drop yang berimbas pada kinerja korporasi. Kemudian, permintaan kredit pun menjadi jeblok.

Ekonom Senior UOB Enrico Tanuwidjaja juga mengatakan kenaikan suku bunga acuan BI saat ini hanya sementara, dilakukan sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah. "Berbeda dengan tren kenaikan suku bunga acuan sejak 2022. Ini short term aja," ujarnya.

Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan dampak kenaikan suku bunga acuan BI akan terasa pada enam bulan ke depan, yakni saat pertumbuhan kredit melambat. 

Sementara, beberapa debitur mengalami kesulitan pembayaran kreditnya dan memengaruhi rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bank. Kondisi tersebut akan memengaruhi kinerja perbankan secara umum.

Adapun, berdasarkan data BI, penyaluran kredit perbankan pada Maret 2024 atau kuartal I/2024 masih tumbuh pesat 12,4% secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan kredit bank pada Maret 2024 itu lebih moncer dibandingkan bulan sebelumnya atau Februari 2024 yang telah tumbuh 11,28% yoy.

Pertumbuhan kredit bank pada awal 2024 juga lebih moncer dibandingkan awal tahun lalu. Tercatat, pertumbuhan kredit perbankan pada Maret 2023 mencapai 9,93% yoy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper