Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Gap Pendanaan, Bank-Bank Alihkan Dana dari Surat Berharga untuk Topang Kredit

Terdapat funding gap di perbankan, di mana kredit tumbuh pesat 11,83% pada Januari 2024, sementara dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,8%.
Ilustrasi bank. /Freepik
Ilustrasi bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat terdapat kesenjangan pendanaan atau funding gap dalam fungsi intermediasi perbankan. Bank-bank pun kemudian giat mengalihkan dana dari surat surat-surat berharga itu untuk menopang kredit.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan terdapat funding gap di perbankan, di mana kredit tumbuh pesat 11,83% pada Januari 2024, sementara dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,8%.

Dalam menyikapi funding gap agar tetap menjaga kapasitas penyaluran kredit, bank-bank menempuh dua strategi utama. "Realokasi alat likuid dari surat-surat berharga dan penguatan pendanaan non-DPK," ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (21/2/2024).

Dengan begitu, bank pun bisa menjaga kondisi likuiditasnya. "Pengelolaan likuiditas perbankan juga semakin baik, sejalan dengan tingginya penempatan perbankan pada surat berharga yang tergolong likuid," kata Perry.

Berdasarkan catatan BI, likuiditas perbankan memadai, tecermin dari rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) pada Januari 2024 di level 27,79%. 

BI pun menjalankan upaya penjagaan likuiditas, seperti dengan penguatan strategi operasi moneter yang pro-market, antara lain melalui perdagangan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar sekunder, memberikan fleksibilitas bank dalam mengelola likuiditas dan turut menjaga kapasitas pembiayaan perbankan (lending capacity).

Selain itu, kinerja kredit bank ditopang oleh kondisi permodalan yang memadai. BI mencatat rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) pada level yang tinggi sebesar 27,66% pada Desember 2023.

Sementara itu, sepanjang tahun ini BI mencatat kinerja kredit akan tetap moncer. "Ke depan, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan meningkat dalam kisaran 10%-12%," tutur Perry. 

BI pun terus memperkuat efektivitas implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif dan meningkatkan sinergi dengan pemerintah, otoritas keuangan, kementerian/lembaga, perbankan, serta pelaku dunia usaha dalam menjaga kinerja kredit tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper