Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Pinjol Terpusat di Jawa, OJK Soroti Going Concern

“Kami sadari bahwa perusahaan fintech [pinjol] ternyata belum bisa kita simpulkan dia akan sustain sampai tua (going concern).”
Ilustrasi pinjol./Bisnis - Alibir
Ilustrasi pinjol./Bisnis - Alibir

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti sejumlah permasalahan yang menyelimuti industri financial technology peer-to-peer (fintech PP2) lending alias pinjaman online (pinjol). Permasalahan yang mendapat atensi OJK itu mulai dari going concern pelaku bisnis hingga bisnis yang pusat di kota-kota besar terutama di pulau Jawa.

Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Moch. Ihsanuddin menyebut bahwa regulator melihat tantangan bisnis pinjol ke depan. 

“Kami sadari bahwa perusahaan fintech ternyata belum bisa kita simpulkan dia akan sustain sampai tua (going concern),” ungkap Ihsanuddin, dalam acara bertajuk Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 5th Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2023 di Jakarta, Rabu (1/11/2023). 

 Merujuk data statistik, Ihsanuddin mengatakan sebanyak 64% pemain fintech P2P lending tergolong memiliki usia yang masih di bawah 5 tahun. “Sementara [perusahaan fintech] yang sudah proven dan eksis lebih dari 20 tahun itu baru 2,7%,” imbuhnya.

Bukan hanya itu, Ihsanuddin juga menyampaikan tingkat literasi dan inklusi di industri fintech P2P lending juga belum merata penyebarannya. Sebab, kata dia, konsentrasi keberadaan fintech P2P lending masih berada di tiga kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

“Kota yang lain masih sangat rendah sekali. Bahkan, di Jakarta kalau dipersentasekan, sekitar 80%-an,” ujarnya.

Menurutnya, langkah yang harus dilakukan agar masyarakat memanfaatkan fintech P2P lending adalah dengan pemerataan, di samping distribusi pendapatan.

“Makanya, pembinaan ke depan perlu kita harus rangkul dan komunikasikan baik-baik dari sejak awal. Regulasi harus kita komunikasikan dan diskusikan bersama dengan baik sehingga mereka taat pada koridor yang sudah dibuat dan sudah disepakati bersama,” pungkasnya.

Berdasarkan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022, menunjukkan indeks literasi keuangan hanya mencapai 49,68%. Sementara indeks inklusi keuangan berada di angka 85,10%.

Jika dilihat dari sektor jasa keuangan, tingkat literasi di industri fintech berada di level 10,90% dan inklusi di angka 2,56%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper