Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Rancang Pangkas 600 BPR, Begini Kinerja Aset Industrinya

Di tengah peta jalan OJK mengurangi BPR hingga 600 perusahaan, bisnis kredit segmen ini terus membesar hingga berhasil memacu pertumbuhan aset.
Ilustrasi bank. /Freepik
Ilustrasi bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA -- Jumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) kian susut seiring dengan upaya konsolidasi seperti merger. Namun, aset BPR nyatanya secara bisnis tetap bertumbuh. 

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikutip Kamis (7/9/2023), aset BPR mencapai Rp185,7 triliun pada Juni 2023, tumbuh 7,88 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan aset BPR pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp172,12 triliun. 

Aset bank ini ditopang oleh penyaluran kredit yang mencapai Rp135,75 triliun pada Juni 2023, naik 9,97 persen yoy. Dari sisi pendanaan, BPR telah meraup dana pihak ketiga (DPK) Rp130,61 triliun, naik 8,3 persen yoy.

Sementara itu, jumlah BPR nyatanya telah mengalami penyusutan. Tercatat, jumlah BPR pada Juni 2023 mencapai 1.413 unit, berkurang 41 unit dalam setahun.

Penyusutan jumlah BPR memang menjadi siasat dari OJK agar BPR efisien. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan BPR ditargetkan menyusut menjadi sekitar 1.000 hingga 2027.

“Ini sangat-sangat memungkinkan ya. Karena, kita temui ada lima, 10 BPR itu ternyata dimiliki satu orang. Sekarang kita enggak perbolehkan lagi, sehingga mereka harus melakukan merger sukarela atau pilihannya dengan merger paksa,” ujarnya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) pada beberapa waktu lalu.

Menurutnya jumlah BPR yang terlalu banyak menjadi salah satu sumber masalah, karena beberapa di antaranya berada dalam kondisi finansial yang buruk dan tidak mampu bertahan. 

Lebih lanjut, Dian mengatakan, OJK saat ini fokus menerapkan aturan "single presence policy" bagi BPR, di mana pihaknya melarang satu pihak mengendalikan lebih dari satu bank, seperti yang berlaku untuk bank umum.

Tujuan dari upaya ini adalah untuk mempercepat merger sektor BPR sebagai langkah yang lebih mudah dilakukan dan memberikan insentif yang jelas. Sehingga, dapat memperbaiki kinerja keuangan BPR, memungkinkan ekspansi kredit yang lebih luas, dan meningkatkan pengawasan yang lebih baik atas operasional.

Sebelumnya, Direktur Group Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Herman Saherudin juga mengatakan meski jumlah BPR kian susut, namun tidak serta merta simpanan nasabahnya berkurang. Sebab, susutnya jumlah BPR paling banyak karena merger. Dengan merger, BPR menjadi lebih efisien dan simpanan pun tidak berpindah ke luar BPR.

Sementara, dari tren turunnya jumlah BPR itu hanya terdapat 1 kasus bank gagal. Herman menjelaskan, kalaupun gagal, nasabah tidak kapok menyimpan simpanannya di BPR karena ada penjaminan dari LPS.

"Jadi, walaupun jumlah BPR turun, pertumbuhan bisnisnya akan tetap positif," ujar Herman belum lama ini (28/8/2023) di Jakarta. 

Berdasarkan pelaporan bank yang diterima LPS sejak Januari 2023 hingga Juni 2023, terdapat 1 BPR baru, 24 BPR merger, 1 bank gagal yang dicabut izin usahanya, 1 bank yang melakukan likuidasi sukarela (self liquidation), 3 bank konversi dari bank konvensional menjadi bank syariah, serta 1 bank yang berubah izin usaha dari bank umum menjadi BPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper