Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

4 Hal yang Perlu Dicermati dari Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Hari Ini

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait suku bunga acuan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan paparan saat konferensi pers devisa hasil ekspor (DHE) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Konferensi pers tersebut membahas terkait kebijakan terbaru mengenai aturan wajib menyimpan DHE sumber daya alam (SDA) di rekening khusus dalam negeri. JIBI/Bisnis/Suselo Jati
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan paparan saat konferensi pers devisa hasil ekspor (DHE) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Konferensi pers tersebut membahas terkait kebijakan terbaru mengenai aturan wajib menyimpan DHE sumber daya alam (SDA) di rekening khusus dalam negeri. JIBI/Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait suku bunga acuan pada hari ini, Kamis (24/8/2023). 

Kepala Ekonom Bank Mandiri (BMRI) Andry Asmoro melihat BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) di tingkat 5,75 persen saat kondisi rupiah yang melemah. 

“Saya meyakini BI masih menahan suku bunga acuan di 5,75 persen karena inflasi yang rendah,” katanya kepada Bisnis, Rabu (23/8/2023). 

Menurutnya, volatilitas rupiah saat ini bersifat temporer karena sentimen Fed Fund Rate (FFR) yang diprediksi naik pada September 2023. Nantinya setelah mencapai puncaknya, Andry melihat dolar akan kembali melemah. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyarankan BI untuk tetap mempertahankan suku bunga BI pada level 5,75 persen.

Kondisi tersebut sejalan dengan inflasi yang semakin melandai setelah normalisasi harga global dan implementasi berbagai program pengendalian harga domestik. Perekonomian juga tumbuh lebih kuat dari yang diharapkan pada kuartal kedua tahun ini, berkat permintaan domestik yang kuat.

Di sisi lain, tekanan eksternal meningkat akibat The Fed kembali menaikkan suku bunga pada FOMC Juli 2023. Hal ini mengakibatkan aliran keluar portofolio serta depresiasi mata uang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Meskipun tetap menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di antara negara berkembang, Rupiah melemah karena surplus perdagangan Indonesia semakin menyusut.

“Kami melihat BI sebaiknya mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini sebesar 5,75 persen dengan tetap memantau stabilitas Rupiah dan menjaga inflasi,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (23/8/2023).

Berikut adalah empat indikator ekonomi yang perlu dicermati menjelang pengumuman hasil RDG BI:

Tren Inflasi Melemah

Tren perlemahan inflasi terlihat dari berlanjutnya penurunan inflasi menjadi 3,08 persen (year-on-year/yoy) pada Juli 2023 dari 5,28 persen pada bulan sebelumnya. Bahkan inflasi Juli mencatatkan posisi terendah dalam 16 bulan terakhir. 

Inflasi yang lebih rendah tercermin pada penurunan harga yang diatur pemerintah dari 9,21 persen (yoy) pada Juni 2023 menjadi 8,42 persen pada Juli 2023. Pada saat yang sama, inflasi harga energi mengikuti penurunan harga minyak mentah dan gas global. 

Riefky melihat kondisi ini sebagian besar hasil upaya Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan moneter yang konsisten dan terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk melaksanakan berbagai program pengendalian inflasi seperti Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan Gelar Pasar Pangan Murah (GPM).

Ekonomi Domestik Kuat di tengah Anjloknya Ekspor

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tumbuh melambat menjadi 123,5 pada Juli 2023, dari 127,1 di bulan sebelumnya karena melemahnya sentimen rumah tangga di semua aspek, dari prospek ekonomi Indonesia hingga ekspektasi terhadap pendapatan mereka.

Satu-satunya komponen pengeluaran yang menghambat tren peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini adalah ekspor. Komponen ekspor dalam PDB melambat sebesar 2,75 persen (yoy) pada kuartal II/2023, turun dari 12,17 persen pada kuartal sebelumnya.

Melambatnya ekspor yang diikuti dengan impor yang lebih lambat pula, menyebabkan lebih rendahnya neraca perdagangan dari US$3,5 miliar pada Juni menjadi hanya US$1,3 miliar pada Juli 2023. 

Menurut Riefky, penurunan neraca perdagangan diproyeksikan akan terus berlanjut menyusul melemahnya pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama Indonesia yaitu China. 

Keputusan The Fed imbas ke Outflow

The Fed melanjutkan siklus pengetatan untuk melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,22- 5,50 persen pada pertemuan FOMC 25-26 Juli kemarin. 

Suku bunga yang lebih tinggi di negara maju meningkatkan daya tarik aset mereka dibandingkan dengan negara berkembang. Volatilitas pasar Asia juga diperburuk oleh kekecewaan pada pertumbuhan ekonomi China tahun ini, yang kemudian menurunkan minat investor terhadap aset di Asia. 

Akibatnya, Indonesia mencatat aliran keluar portofolio sebesar US$1,04 miliar dari pertengahan bulan Juli hingga Agustus. Penurunan total portofolio disebabkan oleh aksi jual aset saham maupun obligasi. 

Perubahan tersebut tercerminkan pada peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun dan 1 tahun masing-masing menjadi 6,50 persen dan 5,96 persen pada pertengahan Agustus dari 6,32 persen dan 5,80 persen pada pertengahan Juli.

Volatilitas Rupiah

Guncangan pasar keuangan baru-baru ini telah mendorong Rupiah terdepresiasi ke Rp15.335 pada pertengahan Agustus. 

Meskipun Rupiah dan Lira Brasil bertahan menjadi mata uang berkinerja terbaik dibandingkan negara berkembang lainnya, tingkat apresiasi (ytd) rupiah terpangkas menjadi hanya 1,54 persen (ytd) dari puncaknya 5,03 persen pada pertengahan April.

Untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah, pemerintah bersama BI memperkuat kewajiban simpan devisa hasil ekspor (DHE) di sistem keuangan Indonesia. 

Dengan demikian, cadangan devisa sebesar US$137,7 miliar pada akhir Juli diprediksi akan meningkat pada beberapa bulan mendatang,

Sementara itu, BI memastikan bahwa cadangan devisa yang dimiliki saat masih sangat cukup untuk mendukung ketahanan sektor eksternal karena setara dengan kemampuan untuk membayar 6,0 bulan impor sekaligus utang luar negeri pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper