Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan moneter Bank Indonesia lewat memangkas giro wajib minimum harus didukung dengan kebijakan fiskal.
Bank Indonesia menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) Valuta Asing (Valas) bank-bank umum konvensional yang semula 8 persen dari dana pihak ketiga (DPK) menjadi 4 persen DPK. Kebijakan yang diprediksi akan meningkatkan likuiditas valas di Bank Sekitar US$3,2 miliar akan berlaku mulai 16 Maret 2020.
Bank Indonesia juga menurunkan GWM rupiah sebesar 50 basis poin yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor impor. Kebijakan yang berlaku mulai 1 April 2020 ini diyakini akan membuat Bank mampu membiayai kegiatan ekspor impor.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kebijakan yang diambil Bank Indonesia tersebut adalah yang diharapkan oleh perbankan dan dunia usaha. Hanya saja, perlu dicatat bahwa efektivitas kebijakan ini akan bergantung pada arah kebijakan fiskal.
Menuritnya, pelonggaran moneter tidak akan efektif apabila tidak didukung oleh kebijakan fiskal yang longgar.
"Insentif fiskal, melanjutkan berbagai insentif yang sebelumnya tetapi harusnya lebih merata ke berbagai sektor, tidak hanya sektor pariwisata," katanya kepada Bisnis, Senin (2/3/2020).
Baca Juga
Terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja merespon positif kebijakan moneter tersebut dalam meningkatkan likuditas dollar. Hanya saja, sejauh mana dampak corona virus terhadap likuiditas valuta asing tidak dapat ditebak pengaruhnya.
"Untuk likuiditas dolar bagus sekali, jadi ada tambahan pasokan likuiditas dolar," katanya kepada Bisnis, Senin (2/3/2020).
Menurutnya, terkait pemangkasan GWM rupiah, BCA akan terus mencermati transaksi ekspor impor berdasarkan kondisi permintaan pasar.
"BCA juga akan meningkatkan kerja sama, koordinasi, dan konsultasi dengan regulator serta stakeholder dalam menghadapi perkembangan ekonomi saat ini," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel