Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejarah Bisnis Sritex, Sempat Berjaya hingga ke Luar Negeri

Bisnis Sritex, turun tahta dari masa kejayaannya hingga rugi menggunung
Kantor PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL)./Laporan keuangan SRIL
Kantor PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL)./Laporan keuangan SRIL

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau yang dikenal dengan Sritex harus berjuang melewati masa sulit, hingga ancaman terdepak dari bursa lantaran kinerja yang buruk. 

Sritex sendiri merupakan perusahaan tekstil yang berpusat di Sukoharjo, Jawa Tengah, yang pernah mencapai masa kejayaan, hingga memiliki sejumlah pelanggan kelas internasional. 

Namun, kinerjanya memburuk terutama dengan adanya pandemi dan perang antara Rusia dan Ukraina. 

Berdasarkan catatan Bisnis, kinerja Sritex sampai dengan paruh pertama tahun ini masih terdampak kondisi perang Rusia-Ukraina, serta tingginya inflasi, dan suku bunga global. Hal tersebut menjadi pemberat atas beban utang yang tidak diringi dengan peningkatan penjualan.  

Kondisi-kondisi global tersebut membuat penjualan ekspor Sritex mengalami penurunan, disebabkan oleh melemahnya permintaan dari pelanggan sebagai akibat dari perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kawasan Eropa lebih fokus pada kebutuhan pangan dan energi.  

Selain itu dengan kenaikan inflasi dan suku bunga bank-bank sentral di berbagai negara maka hal ini menambah beban atas beban utang yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.  

Selain penjualan ekspor yang turun terjadi di kawasan Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Latin, Uni Emirat Arab dan Afrika, emiten yang memiliki kode saham SRIL ini juga mengalami pelemahan permintaan di pasar domestik. 

Sejarah Sritex

Mengutip laman resmi Sritex.co.id, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau yang dikenal dengan nama Sritex didirikan oleh HM. Lukminto pada 1966 sebagai sebuah usaha perdagangan tekstil di Pasar Klewer, Solo dengan awalnya diberi nama “UD Sri Redjeki”. 

H.M. Lukminto memulai kariernya di bidang tekstil sejak berdagang di Pasar Kelewer, Solo, Jawa Tengah hingga pada 1968 dia membangun pabrik tekstil di Sukoharjo untuk memproduksi kain mentah dan bahan putih. 

Selanjutnya, pada 1978, nama dan badan hukum UD Sri Redjeki resmi diubah menjadi PT Sri Rejeki Isman. Setelah empat tahun beroperasi sebagai Sri Rejeki Isman, pada 1982, perusahaan ini mendirikan pabrik penenunan pertamanya. 

Hingga pada 1992, perusahaan bisa memperluas pabriknya, sehingga dapat menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen. 

Pada tahun 1994, perusahaan ini dipercaya memproduksi seragam militer untuk pasukan militer NATO dan Jerman. Sritex juga berhasil mengantongi sertifikat dari organisasi pakta pertahanan Atlantik Utara itu sehingga pesanan pun terus berdatangan. Hingga kini, Sritex telah dipercaya untuk memproduksi pakaian militer untuk lebih dari 33 negara.

Pada 2001, setelah krisis moneter 1998, Sritex juga masih mampu mencetak pertumbuhan kinerja dengan melipatgandakan pertumbuhan kinerjanya hingga delapan kali lipat dibandingkan dengan saat pertama kali melakukan perluasan pabrik pada 1992.   

Terus mencetak kinerja positif, terutama dengan kinerja pada 2012 yang mencatatkan pertumbuhn dua kali lipat dibandingkan dengan pada 2008, pada tahun 2013, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode sama SRIL.

Pada 2015 Sritex juga terus melakukan ekspansi melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. ritex juga mendapatkan beragam penghargaan, salah satunya Bisnis Indonesia Awards tahun 2016. 

Terus melebarkan sayap, pada 2018, perusahaan ini mengakuisisi PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries untuk meningkatkan kapasitas pemintalannya. 

Adapun, pada tahun 2020, sebagai bagian dari upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19, perusahaan juga turut andil mendistribusikan 45 juta masker hanya dalam waktu tiga minggu. Pada tahun yang sama, untuk pertama kalinya, perusahaan ini mengekspor produknya ke Filipina.

Saat ini, Sritex memusatkan sebagian besar operasinya di lahan seluas 79 hektar di Sukoharjo. Selain dari Indonesia, Sritex juga mempekerjakan sejumlah tenaga profesional dari luar negeri, seperti dari Korea Selatan, Filipina, India, Jerman, dan China. Klien besar Sritex antara lain H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper