Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset Goldman Sachs: Perempuan Lebih Rentan Digantikan AI Dibanding Pria

Perempuan dinilai memiliki posisi yang lebih rentan digantikan oleh AI dibanding pria
hari perempuan internasional/history
hari perempuan internasional/history

Bisnis.com, JAKARTA - Laporan dari Goldman Sachs menunjukkan wanita lebih rentan terkena dampak otomatisasi AI dibandingkan dengan laki-laki. 

Hal ini terkait dengan jenis pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh wanita.

Wanita cenderung bekerja di sektor jasa lebih banyak daripada pria. Pekerjaan di sektor jasa seringkali melibatkan tugas-tugas seperti layanan pelanggan atau pemrosesan transaksi rutin. 

Sehingga, pekerjaan mereka cenderung memiliki karakteristik yang memungkinkan diotomatisasi.

Temuan Women (Still) Hold Up Half the Sky juga menunjukkan eksistensi wanita masih sangat kurang terwakili di bidang-bidang pekerjaan yang mungkin memiliki dampak yang lebih kecil untuk digantikan oleh AI, seperti konstruksi dan pemeliharaan. 

Pasalnya, pekerjaan di bidang-bidang ini seringkali melibatkan keterampilan fisik, penyesuaian yang fleksibel terhadap situasi yang berubah, dan interaksi langsung dengan orang lain, yang saat ini masih sulit diotomatisasi sepenuhnya oleh AI.

“Mayoritas orang dalam kategori keterpaparan tinggi [terhadap AI] adalah wanita,” kata laporan tersebut, seraya menambahkan dampak AI cenderung lebih tinggi di pasar negara maju daripada di pasar negara berkembang, mengingat pangsa pekerjaan sektor jasa yang lebih tinggi di ekonomi maju.

Profesi di Sektor Keuangan Bisa Terdampak

Bahkan, dalam sektor keuangan yang mengadopsi teknologi juga dapat mengubah lanskap pekerjaan secara signifikan

Hal ini dibuktikan bagaimana Venturenix, perekrut di bidang Teknologi Informasi, menyatakan pusat layanan keuangan di Hong Kong dapat menggantikan seperempat dari tenaga kerjanya pada 2028, dan mengakibatkan 800.000 warga Hong Kong kehilangan pekerjaan mereka. 

Kurangnya Partisipasi Wanita dalam Industri AI

Selain itu, laporan Goldman Sachs juga menyoroti kurangnya partisipasi perempuan di industri AI. 

Menurut laporan tersebut, saat ini perempuan hanya menyumbang 20 persen dari tenaga kerja profesional dalam bidang AI dan data. 

Kurangnya perempuan dalam industri ini menjadi tantangan bagi pencapaian kesetaraan gender di masa depan. 

Dalam konteks perkembangan teknologi seperti AI, penting untuk mendorong lebih banyak partisipasi perempuan, baik dalam pengembangan maupun penerapan teknologi ini, guna mencapai kesetaraan gender yang lebih baik dan mencegah terjadinya ketimpangan yang lebih besar di masa depan.

Menurut Laporan Kesenjangan Gender Global Forum Ekonomi Dunia 2023, sektor pendidikan memiliki persentase bakat perempuan dalam bidang AI yang paling tinggi, mencapai 40 persen dari total. 

Namun, dalam bidang-bidang seperti teknologi, informasi, media, dan manufaktur, persentase bakat perempuan dalam AI masih kurang dari 25 persen dari total.

Meski begitu, Goldman Sachs juga mencatat satu aspek positif bagi wanita, yaitu dalam industri-industri yang didominasi oleh wanita, seperti sektor layanan pengasuhan, AI dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi pergantian pekerjaan.

Sejumlah Wilayah Alami Penurunan Angkatan Kerja Wanita

Laporan ini juga menyebut wanita di ekonomi utama Asia, seperti India, China, Jepang, dan Korea Selatan, masih menghadapi kesenjangan gender dalam partisipasi kerja dan upah. 

Di India dan Cina khususnya, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan alias female labour force participation rate (LFPR) telah mengalami penurunan yang signifikan dalam dekade terakhir. 

LFPR India turun lebih dari 10 persen, dengan hanya 20 persen dari total wanita usia kerja yang bekerja.

China mengalami penurunan lebih dari 5 persen dalam tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan (LFPR), tetapi angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara maju besar seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Italia. Di mana, China memiliki tingkat LFPR sekitar 60 persen.

Jepang dan Korea Selatan memiliki kesenjangan upah gender terbesar di antara negara-negara maju, meskipun keduanya telah mengalami penyempitan kesenjangan yang signifikan dalam dekade terakhir.

Selain itu, China dan Jepang memiliki jumlah pemimpin perempuan yang lebih sedikit dalam perusahaan publik besar dibandingkan dengan ekonomi besar lainnya seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Prancis. 

Pemimpin perempuan di perusahaan publik besar di China dan Jepang hanya sekitar 15 persen dari total, sementara di negara-negara besar Barat jumlahnya mencapai sekitar 40 persen.

Data dari Forum Ekonomi Dunia menunjukkan Korea Selatan, Jepang, dan India termasuk dalam peringkat terendah dalam hal partisipasi ekonomi dan indeks peluang. Ketiga negara ini masing-masing menempati peringkat 114, 123, dan 142 dari 146 negara yang diukur.

Sementara itu, China menempati peringkat ke-45.

Di sisi lain, negara-negara Asia Tenggara seperti Laos, Filipina, Singapura, dan Thailand memiliki tingkat partisipasi ekonomi perempuan yang lebih tinggi. Negara-negara ini menduduki peringkat 5, 17, 23, dan 24 dalam hal partisipasi ekonomi perempuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper