Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDEF Bilang BI Tak Punya "Cara Lain" kecuali Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25%

INDEF mengatakan bahwa Bank Indonesia tak banyak memiliki pilihan selain menaikkan suku bunga acuan jadi 6,25%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo  memenuhi panggilan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadiri rapat terbatas terkait dengan situasi global akibat konflik Iran-Israel di Istana Negara, Selasa (16/4/2024). JIBI/Akbar Evandio
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memenuhi panggilan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadiri rapat terbatas terkait dengan situasi global akibat konflik Iran-Israel di Istana Negara, Selasa (16/4/2024). JIBI/Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA - INDEF mengatakan bahwa Bank Indonesia tak banyak memiliki pilihan selain menaikkan suku bunga acuan jadi 6,25%.

Seperti diketahui, Bank Indonesia telah secara resmi menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25% pada Rabu, 24 April 2024.

Kenaikan ini merupakan yang pertama kalinya sejak kenaikan terakhir pada Oktober 2023 sebesar 25 basis poin menjadi 6%.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI, Rabu (24/4/2024).

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun memberikan komentar terkait keputusan BI menaikkan suku bunga acuan ini. 

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menilai bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuannya menjadi 6,25 persen merupakan pilihan kebijakan yang paling aman.

Sebab menurutnya, BI tak punya banyak instrumen moneter lain untuk bisa mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus melemah.

“Bank Indonesia tidak punya banyak pilihan instrumen moneter lain untuk mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi sehingga yang paling aman adalah menaikkan tingkat suku bunga,” ujar Esther Sri Astuti seperti dilansir dari Antaranews.

Selain meredam depresiasi nilai tukar rupiah, ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menahan arus modal keluar dari Indonesia.

Meskipun begitu, ia menyoroti adanya efek samping dari keputusan bank sentral Indonesia tersebut terhadap sektor riil.

⁠Esther menuturkan bahwa kenaikan suku bunga berpotensi memberatkan pelaku usaha yang memiliki pinjaman di bank sehingga ada kemungkinan menimbulkan kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper