Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Kerek Suku Bunga ke 6,25%, Bank Sentral Asia Lain Siap Susul?

Kenaikan suku bunga BI telah menjadi keputusan yang mengejutkan. Para investor kini menanti domino kebijakan berikutnya.
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.comJAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah resmi menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%. Keputusan yang mengejutkan ini kemudian membuat para investor menanti domino kebijakan berikutnya. 

Pengetatan moneter yang tidak terduga di Indonesia telah menunjukan posisi bank sentral yang genting, lantaran menghadapi prospek suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. 

Tak hanya Indonesia, diketahui bahwa mata uang Jepang, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Malaysia, Filipina dan India diperdagangkan mendekati posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir, akibat dari prospek Negeri Paman Sam tersebut. 

Akibatnya, kini para pengambil kebijakan di Asia perlu memilih antara meredam pertumbuhan ekonomi atau melindungi nilai tukar yang mengalami pelemahan. 

“Kenaikan suku bunga yang mengejutkan oleh bank sentral Indonesia tentu akan membuat bank sentral negara-negara berkembang lainnya mengambil keputusan yang tepat,” jelas kepala ekonom Asia di HSBC Holdings Plc, Frederic Neumann, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (25/4/2024). 

Lanjutnya, dia menuturkan bahwa ketika inflasi menjadi normal di sebagian besar wilayah Asia, kekhawatiran penguatan dolar lebih lanjut membuat para bankir bank sentral di kawasan tetap bersikap defensif. 

Sebelumnya, walaupun China menghadapi krisis perumahan, pertumbuhan yang lesu dan melemahnya yuan selama berbulan-bulan, berbagai negara seperti Filipina telah memulai tahun ini dengan prospek penurunan suku bunga.

Namun, tahun ini gambaran tersebut berubah setelah inflasi AS yang tinggi mendorong para pedagang untuk menunda spekulasi mengenai waktu pelonggaran kebijakan oleh Federal Reserve (The Fed).

Prospek kebijakan The Fed yang tidak terlalu dovish menandakan kenaikan imbal hasil (yield) AS dibandingkan Asia akan tetap tinggi. Hal ini berpotensi mendorong penarikan dana global dari kawasan dan menurunkan nilai mata uang lokal. 

Para pengambil kebijakan juga sudah menggunakan metode lain untuk menahan penurunan nilai tukar. Contohnya seperti peringatan lisan di Korea Selatan, permohonan pejabat di Malaysia dan Indonesia agar mengkonversi pendapatan mereka di luar negeri. 

Adapun Indonesia, India, Thailand dan Vietnam telah melakukan intervensi untuk mempertahankan mata uang mereka. 

Ahli strategi mata uang senior di Malayan Banking Bhd, Fiona Lim, mengatakan bahwa tidak semua bank sentral akan menggunakan kebijakan suku bunga untuk mendukung mata uang mereka. 

“Itu tergantung pada apakah perekonomian mampu menahan suku bunga yang lebih tinggi. Ada cara lain untuk mendukung mata uang,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper