Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Pertamina Angkat Bicara soal Dampak Konflik Iran vs Israel

Pertamina terus memantau dampak memanasnya konflik di Timur Tengah khususnya Iran vs Israel terhadap rantai pasok global.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati./Istimewa
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan perseroan terus memantau dampak memanasnya konflik di Timur Tengah terhadap rantai pasok global. 

Nicke menuturkan fluktuasi minyak dunia bakal kian dinamis setelah meningkatnya ketegangan akibat konflik Iran vs Israel akhir pekan lalu. 

“Kita akan terus meningkatkan upaya mitigasi risiko untuk mengurangi potensi dampak dari dinamika situasi ekonomi dan geopolitik,” kata Nicke lewat siaran pers, Kamis (18/4/2024). 

Mitigasi risiko itu, kata Nicke, berkaitan dengan upaya pengendalian biaya, impor minyak mentah hingga cadangan bahan bakar yang efektif untuk pasokan dalam negeri.

“Termasuk pengendalian biaya, pemilihan komposisi crude yang optimal, pengelolaan inventory yang efektif, peningkatan produksi high-yield products dan efisiensi di semua lini operasional,” ujarnya.

Seperti diketahui, harga minyak bertahan stabil meski ketegangan di Timur Tengah masih berlanjut. Seluruh pihak masih was-was menunggu untuk melihat bagaimana Israel akan menanggapi serangan Iran.

Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (17/4/2024), harga minyak mentah Brent diperdagangkan mendekati US$90 per barel setelah berakhir sedikit berubah pada Selasa (16/4/2024). Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di atas US$85.

Minyak mentah telah melonjak tahun ini karena risiko geopolitik di Timur Tengah dan Rusia, serta pemangkasan produksi OPEC+, digabungkan untuk mendorong harga lebih tinggi.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memperingatkan BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia.

Erick mencontohkan inflasi AS sebesar 3,5 persen membuat langkah the Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

"Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick di Jakarta, Rabu (17/4/2024).

Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan tentunya kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus US$85,7 dan US$90,5 per barrel. 

"Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 dolar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," lanjut dia. 

Erick menyampaikan dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp 16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari kebelakang. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.

Dia meminta Pertamina untuk mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat. 

"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper